Widget HTML #1

#33 Penjelasan Tercelanya Kedudukan (status sosial)

          Telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda,
          ”Sesungguhnya aku khawatir terhadap apa-apa yang paling mengkhawatirkan atas umatku adalah riya’ dan syahwat yang tersembunyi.”
Hadits dhaif: dikeluarkan oleh Ahmad (16671), dan Ibnu Majah (4205), dari jalan ‘Ubadah bin نُسى, dari Syaddad bin Aus dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan didhaifkan al-Albani dalam Dhaif Ibnu Majah.

          Syahwat tersembunyi ini, ulama-ulama besar lemah dalam menghadapi godaannya, lebih-lebih pada hamba-hamba secara umum.


          Dan, sesungguhnya dengan syahwat tersembunyi ini 
✓ para ulama diuji,
✓ pun hamba-hamba yang dengan gigih menempuh jalan menuju akhirat

         Dimana, mereka telah mampu; 

✓ menaklukkan dan menyapih jiwa-jiwa mereka dari berbagai syahwat (kecuali syahwat tersembunyi - ed.). 
✓ Dan, sanggup membawa dan memaksa jiwa tersebut kepada bermacam-macam ibadah. 
✓ Juga, jiwa-jiwa mereka telah lemah dari rakusnya kepada maksiat zhahir (lahiriah - ed.) yang tampak dilakukan oleh anggota badan.
 
          Namun, kemudian 

✓ jiwapun merasa nyaman dengan menampakkan ilmu dan amal.
✓ Jiwa menemukan penyelesaian dari kerasnya perjuangan dalam lezatnya penerimaan di sisi manusia
✓ dan memandang mereka pada jiwa tersebut dengan mata penghargaan dan penghormatan. 
✓ Maka, yang demikian tersebut, jiwapun menerima kelezatan yang sangat besar.

          Maka, mulailah ia 

✓ terbawa di dalam (suasana - ed.) untuk meninggalkan kemaksiatan, 
✓ dan (terbawa - ed.) beragamnya syahwat (termasuk syahwat tersembunyi - ed.). 
✓ Dan, menegakkan ibadah-ibadah fisik yang tampak untuk mewujudkan jiwa di dalam batin kepada lezatnya kesenangan dan nafsu syahwat (syahwat tersembunyi - ed.). 

          Maka, sesungguhnya

✓ ia akan mengira, bahwa ia orang yang ikhlash kepada Allah ‘Azza wa Jalla
✓ tetapi fakta kenyataannya ia termasuk dalam daftar orang-orang munafik

         Dan, ini adalah makar yang sangat besar, tidaklah yang akan selamat darinya kecuali orang-orang yang didekatkan (kepada Allah ta’ala - ed.).

         Oleh sebab itulah, dikatakan, bahwa; 

yang terakhir keluar dari kepala as-Shiddiqin (orang-orang yang sangat jujur) adalah cinta kepemimpinan. 

          Dan, jika yang demikian itu adalah;

penyakit yang kronis (mematikan - pent.)
✓ yang sekaligus perangkapnya setan. 
 
          Sehingga wajib diterangkan penjelasan tentang

sebab-sebabnya,
hakikatnya, dan
macam-macamnya.

Penjelasan Tercelanya Kedudukan (status sosial)

          Ketahuilah, bahwasanya pondasi kedudukan adalah; 
  • cinta (suka) kepada tersebarnya reputasi dan ketenaran. 
  • Dan, ini adalah bahaya yang sangat besar. 
          Jalan keselamatan pada al-Khumul (keadaan tidak dikenal)
  • Orang-orang baik tidak memiliki tujuan kemasyhuran. 
  • Bahkan mereka tak membuka ketenaran tersebut, dan menempuh sebab-sebabnya.
          Dan, bahkan jika ketenaran itu muncul dari Allah ta’ala, mereka justru lari dari hal tersebut, dan mereka malah menjadikan dirinya orang yang tidak terkenal (al-khumul - pent.)

          Seperti apa yang telah diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiallahu 'anhu bahwasannya, 

ia keluar dari tempat tinggalnya, lalu sekelompok orang mengikutinya, maka beliaupun menoleh kepada mereka dan berkata,
          ”Untuk apa kalian mengikutiku? Demi Allah jikalau kalian mengetahui apa-apa yang aku tutupi oleh pintu (rumah - ed.) ku, niscaya dari kalian tak akan mengikutiku, walaupun dua lelaki.”
          Dalam lafaz lain, bahwasanya beliau berkata, ”Pulanglah kalian, karena hal itu (perbuatan mengikuti tersebut - ed.) adalah kehinaan bagi yang mengikuti dan fitnah (ujian - pent.) bagi yang diikuti.”

          Dahulu, Abu al-’Aliyah - rahimahullahu - jika yang duduk (di majelisnya - ed.) lebih dari empat orang, beliaupun bangkit (dan pergi - ed.)

          Dan, dahulu Kholid bin Ma’dan - rahimahullahu - jika halaqahnya banyak (dihadiri orang - ed.), maka ia berdiri dan pergi, karena kebenciannya pada kemasyhuran.

          Dan, az-Zuhri rahimahullahu berkata,
         ”Tidaklah kami melihat zuhud terhadap sesuatu yang lebih sedikit daripada (zuhud terhadap - ed.) kepemimpinan. Kami saksikan seorang lelaki zuhud terhadap makanan, minuman dan harta, tetapi jika tercabut kepemimpinannya, ia akan mempertahankannya dan melakukan perlawanan.”

          Seorang lelaki berkata kepada Bisyr al-Hafi rahimahullahu, ”Berilah wasiat (nasihat) kepadaku.” 
          Beliau menjawab, ”Abaikan (jangan kau tenarkan - ed.) sebutan (nama - ed.) mu, dan buatlah baik makananmu.” dan, beliau berkata lagi, ”Seorang lelaki tak akan mendapatkan (merasakan - ed.) manisnya akhirat, bila ia menyukai dikenal manusia di dunia ini.

          Dan, telah diriwayatkan di dalam Shahih Muslim, bahwasannya, 

          Umar bin Sa’d pergi untuk menemui ayahnya, yakni Sa’d dan ia sedang bersama kambingnya di luar (kota - ed ) al-Madinah. Maka, ketika ia melihat putranya, iapun berkata, ”Aku berlindung kepada Allah dari keburukan pengendara ini.”
         Maka, ketika Umar sampai di hadapan sang ayah, ia berkata, ”Wahai ayahku, mengapa engkau berada di tengah-tengah ontamu dan kambingmu dan engkau meninggalkan manusia yang saling berebut kekuasaan di antara mereka?”
         Maka Sa’d memukul pada dadanya, dan berkata, ”Diamlah! Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam berkata, ‘Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, kaya, lagi tersembunyi.’ ”
Hadits shahih: dikeluarkan Muslim (2965), dan Ahmad (1444).

          Dan, dari Abu Umamah radhiallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, 
          ”Sesungguhnya, waliku yang paling dibanggakan (baik - ed.) di sisiku adalah mukmin (yang beriman - pent.) yang miskin (خَفِيف الحَاذِ - sedikit harta dan anak-anak - pent.), yang khusyuk ( ذُو حَظٍّ - memiliki keberuntungan - pent.) shalatnya, memperbagus ibadah kepada Rabbnya, yang ketaatannya (kepada Allah - ed.) di kala bersendirian (rahasia - pent.), yang tidak terkenal (غامِضًا - gaib - tak terlihat) di tengah-tengah manusia, yang tidak ditunjuk oleh manusia (jari - pent.), dan dalam keadaan rizkinya ala kadarnya (cukup - pent.), maka ia bersabar atas yang demikian itu.”
          Kemudian, beliau (Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam - ed.) menusuk-nusuk tangan beliau, dan berkata lagi,
          ”Disegerakan kematiannya, sedikit yang menangisi, sedikit warisannya.” Hadits hasan.
Hadits dhaif: dikeluarkan oleh Ahmad (21693), dan at-Tirmidzi (2347) az-Zuhd, dan Ibnu Majah (4117) az-Zuhd, dari jalan dari Abu Umamah dan didhaifkan oleh al-Albani dengan jalannya dari Abu Umamah dalam ((Dhaif at-Tirmidzi)) dan ((Ibnu Majah)). Dalam sanadnya Ali bin Yazid di sisi at-Tirmidzi hadits mungkar sebagaimana al-Bukhari berkata. Dan, di dalam sanad at-Tirmidzi صدقة bin Abdullah hadits-haditsnya mungkar seperti perkataan Ahmad bin Hanbal. Dan di dalam sanad Ahmad, Laits bin Abu Salim di dalamnya Ahmad bin Hanbal berkata: ((مضطرب الحديث)).

          Dan, dahulu Ibnu Mas’ud radhiallahu 'anhu memberi wasiat pada para murid beliau, dan berkata, 
          ”Jadilah kalian sumber-sumber (mata air - pent.) ilmu, penerang-penerang petunjuk, senantiasa berada di dalam rumah, pelita-pelita di malam hari, selalu memperbarui kalbu, membuat pakaian (sendiri - ed.). Kalian akan dikenal di langit, tetapi kalian tidak dikenal (tersembunyi - pent.) di tengah-tengah penduduk bumi.”

          Sesungguhnya dikatakan: Inilah padanya keutamaan al-Khumul (tidak dikenal - pent.), dan tercelanya kemasyhuran, dan adalah (tetapi bukankah - ed.) kemasyhuran yang paling besar adalah dari kemasyhuran para Nabi dan para imam-imam Ulama.

          (Bagaimana yang demikian itu? - ed.)

          Maka, kami katakan: 
  • Yang tercela adalah bila manusia mencari-cari (menjadi tujuannya - ed.) kemasyhuran. 
  • Sedangkan adanya kemasyhuran dari sisi Allah ta’ala dengan manusia tanpa mencari (menjadi tujuannya - ed.), yang demikian itu bukanlah hal yang tercela.
          Namun, 
  • ketenaran tersebut, dengan tanpa mencari (menjadi tujuannya - ed.) pun itu adalah fitnah bagi orang-orang yang lemah (kalbunya - ed.). 
  • Sesungguhnya permisalan lemahnya (kalbu - ed.) adalah seperti seorang yang tenggelam tanpa pandai berenang, 
  • jika ada seseorang berpegang padanya, maka tenggelamlah ia dan sekaligus menenggelamkan orang tersebut.
          Adapun orang yang mahir berenang, bila orang yang tenggelam berpegang padanya, itu menjadi sebab untuk menyelamatkan dan mengentaskan mereka (dari ketertenggelaman mereka - ed.)

Pasal Bahwasanya Kedudukan (status sosial) dan Harta, keduanya adalah rukun (pilar-pilar - pent.) Dunia

          Ketahuilah, sesungguhnya, 
  • Kedudukan Sosial 
  • dan Harta
          keduanya adalah Rukun (pilar-pilar - pent.) Dunia.

          Makna harta adalah; 

penguasaan (kepemilikan - pent.) atas benda-benda yang bermanfaat.

          Dan, makna kedudukan adalah; 

penguasaan atas kalbu-kalbu manusia, yang  menghormati (mengagungkan - pent.), mentaati, dan (memicu - ed.) tindakan dalam penguasaan tersebut.

          Maka kedudukan adalah; 
  • tegaknya posisi (seseorang - ed.) di dalam kalbu manusia. 
  • Artinya, kalbu-kalbu manusia meyakini adanya sifat dari sifat-sifat kesempurnaan pada pribadi (yang memiliki kedudukan - ed.) tersebut. 
          Sifat kesempurnaan tersebut bisa berupa, 
  • ilmu,
  • ibadah,
  • nasab (keturunan),
  • kekuatan atau 
  • fisik (penampilan - ed.) yang bagus, dan sebagainya
          Manusia meyakini kesempurnaan (orang yang mempunyai kedudukan tersebut - ed.) sesuai kadar keyakinan mereka tentang kesempurnaan yang dimiliki orang tersebut. Kalbu-kalbu merekapun; 
  • tunduk untuk mentaatinya
  • memujinya, 
  • melayaninya, 
  • dan memuliakannya.
          Penjelasan tersebut di atas, menunjukkan bahwa kedudukan itu dicintai oleh tabiat (manusia - ed.). Oleh karena itu kedudukan melebihi (lebih dicintai - ed.) daripada kecintaan pada harta.

         Itu dikarenakan, 
  • harta bukan terkait pada tujuan nyatanya (sebenarnya - ed.)
  • tetapi harta menjadi wasilah (sarana - ed.) menuju (suatu kondisi seseorang - ed.) untuk dicintai.
          Maka, kedudukan dan harta, bergabung menjadi sebab, yang mesti digabung yang dibutuhkan dalam tujuan (seseorang - ed.) untuk dicintai

          Namun, kedudukan lebih kuat dibanding harta.

          Ketahuilah, bahwasannya pada kedudukan,

✓ ada yang terpuji
✓ ada pula yang tercela

          Dikarenakan telah dimaklumi, bahwasanya harta, makanan, pakaian dan sebagainya sangat dibutuhkan bagi manusia. Demikian pula, dia (manusia - ed.) mesti memiliki kedudukan untuk memenuhi pentingnya hidup bersama manusia lainnya. Karena, (misalkan - ed.) manusia tak bisa lepas dari kebutuhan kepada; penjagaan penguasanya, teman yang membantunya, pelayan yang melayaninya, dan sebagainya.
 
          Maka, 
  • mencintai kedudukan yang demikian tidaklah tercela
  • karena di sini kedudukan adalah sebagai wasilah (sarana - ed.) untuk mencapai berbagai tujuan, sebagaimana halnya harta. 
          Jadi, hakikat dari harta dan kedudukan ini dicintai bukan karena dua hal (substansi - ed.) itu sendiri. Dan, (tak mengapa - ed.) ketika seorang manusia, 
  • mencari kedudukan
  • karena sifat tertentu yang dimiliki 
  • dengan tujuan benar
         sebagaimana ucapan Nabi Yusuf alaihi wassalam,
          ”Jadikanlah aku bendaharawan negeri (Mesir), sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.” (Yusuf: 55)

          Atau, 
  • bermaksud menyembunyikan (menutupi - ed.) kekurangan dari kekurangan-kekurangannya, 
  • sehingga tidak hilang posisi (harga diri - kehormatan - ed.) nya, yang demikian diperbolehkan.
          Selain itu, jika seseorang mencari kedudukan dengan (memanfaatkan - ed.) kepercayaan mereka dengan sifat yang (sebenarnya - ed.) tidak ada pada dirinya, seperti ilmu, wara’, dan nasab (keturunan - pent.), yang demikian adalah terlarang.

          Dan, demikian pula seandainya seseorang membaguskan shalatnya di hadapan orang-orang agar mereka mempercayainya (meyakini - ed.) bahwa dirinya khusyu (dalam shalatnya - ed.), maka sesungguhnya ia berbuat riya’ dengan yang demikian itu. 

           Jadi, 
  • tidak boleh merebut hati-hati (manusia - ed.) dengan kepalsuan
  • sebagaimana tidak boleh memiliki harta dengan penipuan (talbis - ed.).

Penjelasan Pengobatan Cinta Kedudukan

          Ketahuilah, bahwasanya siapa yang kalbunya terliputi penyakit cinta kedudukan

✓ semangatnya (yang diinginkan - ed.)  terkungkung pada perhatian makhluk
✓ Ia penuh semangat untuk menjumpai mereka dan ingin perhatian mereka
✓ Senantiasa, ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatannya tersebut agar nampak menjadikannya naik kedudukannya di sisi mereka. 

          Itulah; 
  • penaburan (bibit - ed.) kemunafikan 
  • dan akar kerusakan. 
  • Sebab, setiap mencari kedudukan pada hati-hati manusia, akan melakukan kemunafikan, yaitu; 
✓ dengan menampakkan apa-apa yang tak ada padanya
✓ Dan, yang demikian itu menyeretnya kepada riya’ (meminta perhatian - pent.) dalam berbagai beribadah,
melanggar berbagai larangan,
✓ dan mengantarkan kepada merebut hati-hati manusia.

          Oleh sebab karena itulah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyerupakan kerusakan keduanya, yakni cinta kepada harta dan kemuliaan terkait dengan permasalahan agama, dengan; 

dua serigala yang kelaparan dilepaskan ke sekawanan domba.

          Jadi, cinta kedudukan adalah salah satu dari hal-hal yang membinasakan, wajib diobati. Pengobatannya terdiri dari secara; 

ilmu 
✓ dan amalan

Pengobatan secara Ilmu

          Yang pertama, secara ilmu adalah hendaknya mengetahui sebab-sebab yang menjadi ia mencintai kedudukan, yaitu:

✓ Kesempurnaan kekuasaan atas pribadi-pribadi manusia dan hati-hati mereka.
✓ Dan, jika sifat (kekuasaan - ed.) dan (kekuasaan itu - ed.) selamat (berkesinambungan ada - ed.), pada akhirnya (ujungnya - ed.)  adalah kematian.
✓ Maka, sepantasnya untuk mereka (yang cinta kedudukan - ed.) berfikir (merenungi - ed.) pada dirinya tentang akibat bahaya hama (gangguan - pent.) kepada para pemilik kedudukan di dunia. Misalkan, dari timbulnya hasad (orang-orang - ed.) kepadanya , dan bermaksud melecehkan mereka (yang cinta kedudukan tersebut - ed.)

            Lihatlah mereka, 

✓ mereka senantiasa takut dari hilangnya kedudukan mereka. 
✓ Dan, mereka berwaspada dari berubahnya kedudukan mereka pada hati-hati manusia.

          Padahal, 

hati-hati manusia dalam keadaan sangat berubah-ubah (gaje - gak jelas - ed.) melebihi daripada air yang mendidih di dalam panci. 

          Maka jika ia,

sibuk dengan mencari perhatian orang, 
✓ yang demikian itu menjadikan; 
  • kemurungan 
  • yang menyesakkan
  • (selalu - ed.) mengusik dalam penjagaan kedudukan tersebut.
✓ Dan, 
  • tidak mencukupi (sebanding - ed.) apa yang diharapkan di dunia 
  • dengan apa yang dikhawatirkan.
✓ Lebih-lebih lagi, apa-apa yang terlewatkan dari perkara akhirat.

          Ini adalah pengobatan dari sisi ilmu.
 

Pengobatan secara Amalan

          Sedangkan pengobatan (terapi - pent.) dari sisi amalan, yaitu; 
  • menjatuhkan kedudukan (diri sendiri - ed.) dari hati-hati manusia 
  • dengan melakukan tindakan-tindakan yang dibutuhkan untuk itu.
          Dikisahkan, bahwasanya seorang raja bermaksud berziarah kepada seorang lelaki yang zuhud. Maka, ketika sang raja telah berada di dekat lelaki itu, lelaki itu minta dihidangkan makanan, sayuran dan susu. Dan, menjadilah ia makan dengan rakus, dan ia memperbesar lahapannya (dengan membuka mulut besar-besar - ed.). Maka, ketika sang raja memandang kepada lelaki yang zuhud tersebut, jatuhlah kedudukan lelaki itu di mata raja, dan pergilah sang raja.

          Ketika Ibrahim an-akha’i ditunjuk sebagai qadhi (hakim), maka beliau memakai ghamis (pakaian) merah, lalu duduk di pasar.

          Ketahuilah, ketika seorang zuhud memutuskan hubungan dari manusia, hal tersebut justru membuat ia (semakin - ed.) jelas kezuhudannya di sisi mereka. Maka, jika ia khawatir tertimpa fitnah (ujian dalam kalbu - pent.) tersebut, maka;

✓ hendaknya ia bercampur dengan mereka dengan cara yang selamat. 
✓ Hendaknya ia berjalan di pasar-pasar
✓ dan membeli kebutuhan dan membawanya sendiri
✓ Dan, hendaknya ia menghentikan keserakahannya dari dunia mereka, ketika keinginannya (di bidang ilmu atau harta yang mendatangkan kedudukan di mata manusia - ed.) telah tercapai tuntas.

          Dahulu, Bisyr al-Hafi pernah duduk bersama penjual minyak wangi.

          Dan, tidaklah mereka (para Salaf - ed.) membebek kebiasaan-kebiasaan orang-orang yang berlagak zuhud pada hari ini. (zamannya penulis - Ibnu Qudamah Al-Maqdisi (531- 629 H) - 816 tahun yang lalu, bagaimana zaman sekarang? - ed.), Allah Musta'an.

          Berikutnya, kita akan belajar Pasal tentang Pengobatan (penyakit kalbu - ed.) Cinta Pujian, dan Benci Celaan.

Bibliografi

  • Kitab Mukhtashar Minhajul Qashidin - Al-Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi
  • Buku terjemahan - Mukhtashar Minhajul Qashidin - At-Tuqa
  • Kajian Islam Mukhtashar Minhajul Qashidin - Al-Ustadz Qomar ZA, Lc - Masjid Umar Ibnul Khaththab, Ponpes Darul Atsar, Kedu
Mau belajar Mukhtashar Minhajul Qashidin via daring (online), ikuti tahapannya, TAP /KETUK > di bawah ini:
Mukhtashar Minhajul Qashidin
Belajar dengan Menulis Saban Hari

***

Mau Belajar Ilmu Syar'i dengan Menuliskannya, mudah, sedikit demi sedikit, dan saban hari, TAP /KETUK > di bawah ini:
WhatsApp Salafy Asyik Belajar dan Menulis

Posting Komentar untuk "#33 Penjelasan Tercelanya Kedudukan (status sosial)"

Tanya-Jawab Islam
Bertanyalah kepada
Orang Berilmu

Doa dan Zikir
Benteng
seorang Muslim

Menulis Cerita

Kisah Nyata
rasa Novel


Bahasa Arab
Ilmu Nahwu
Tata Bahasa
Bahasa Arab
Ilmu Sharaf
Perubahan Kata
Menulis Cerita Lanjutan
Kelindan
Kisah-kisah Nyata


Bahasa Indonesia
Belajar
Kalimat

Bahasa Indonesia
Belajar
Menulis Artikel


Bahasa Indonesia
Belajar
Kata

Bahasa Indonesia
Belajar
Gaya Bahasa

Disalin oleh belajar.icu
Blog Seputar Mendesain Kebiasaan Belajar Ilmu Syar'i dan Menuliskannya, mudah, sedikit demi sedikit, dan saban hari.