Widget HTML #1

#24 Eksperimen Tambatan

           Kita telah sampai pada titik, dimana kita telah memiliki semua yang telah dibutuhkan untuk bereksperimen dengan kebiasaan baru kita yaitu Belajar dengan Menulis

          Mengapa demikian?
 
          Karena, kehidupan ini begitu kompleks dan unik. Kita akan butuh pada penyesuaian-penyesuaian. Dimana, misalnya, terkadang kita harus meletakkan kebiasaan belajar dengan menulis - apakah ada saat yang lebih baik selain setelah pulang dari masjid shalat Subuh? Sementara ada kebiasaan atau kegiatan lain yang mesti dimasukkan pada waktu itu.
          
          Pada beberapa hari pertama atau bahkan beberapa minggu pertama eksperimen, 
  • mungkin saja kebiasaan belajar dengan menulis akan sering bergeser. 
  • Hal itu wajar, bahkan sangat baik
  • Itu berarti kita sedang mengasah keterampilan kita, 
  • dan belajar memasangkan Tambatan dengan Perilaku Kecil Belajar dengan Menulis.    
          Hal tersebut, dialami sendiri ketika telah menetapkan, suatu Tambatan untuk Belajar dengan Menulis, 

"Setelah pulang dari masjid untuk shalat Isya, aku (akan) menulis lima kalimat faedah kajian Islam."
          
          Setelah beberapa hari berproses, ternyata beberapa hari bahkan sebagian besar aku langsung istirahat, karena telah letih. Ketika siang hari, jenis kegiatanku tak mampu untuk melakukan istirahat siang. Sehingga malam hari setelah Isya, badan telah menuntut untuk menghentikan segala kegiatan. Sehingga, akhirnya aku terlelap, bangun tengah malam, baru mampu mengulang pelajaran, dan belajar dengan menulis beberapa kalimat faedah diniyah. Iya, jika bangun, terkadang terlewat sampai menjelang waktu Subuh. 
          
          Maka demi agar tidak gagal total kebiasaan tersebut, dipindahkan di pagi hari setelah pulang dari masjid untuk shalat Subuh berjamaah. Dan, ternyata pergeseran tersebut tepat, karena yang dipelajari adalah bidang ilmu diniyah yang menuntut daya kognitif tinggi, yakni tema Tauhid, misalkan: Nama dan Sifat Allah Subhana wa ta'ala.
          
          Jika kebiasaan Belajar dengan Menulis tidak nyantol secara alami pada suatu Tambatan, mungkin kita bisa ganti atau padukan dengan kebiasaan baik yang lainnya. Karena desain perilaku ini bukan hanya untuk Belajar dengan Menulis, tetapi sanggup berlaku pula untuk kebiasaan baik yang begitu banyak.
          
          Dan, waktu malam setelah pulang dari masjid untuk shalat Isya, digunakan hanya untuk membaca buku, suatu kebiasaan belajar, yang lebih ringan dari pada belajar dengan menulis bahasan ilmiah.
          
          Semakin sering kita mengutak-atik proses pembentukan kebiasaan, keterampilan kita semakin tajam. Dengan latihan berkali-kali, kita semakin piawai menggunakan prinsip ini untuk menciptakan berbagai kebiasaan kecil baik diri kita atau untuk orang lain dalam membantu kita atau orang tersebut meraih aspirasi. Dan, keterampilan yang sangat dibutuhkan adalah:
          
menemukan Tambatan yang bagus dan memasangkannya dengan Perilaku Kecil yang tepat.
          
          Dengan demikian, kita sanggup mendesain perubahan dalam kehidupan sehari-hari kita secara efisien dan efektif.
          
          Beberapa waktu ini, diminta mengajar di suatu institusi pendidikan. Salah satu jenjang usia anak-anak yang diajar adalah kisaran 12 tahun. Kenyataan yang terjadi, bahwa mereka sulit sekali mengamalkan ucapan, "Assalamu'alaikum." Yaitu ucapan salam kepada muslim lainnya jika berjumpa. Dan, itu terjadi bukan sekali dua kali, tetapi setiap bertemu sesama muslim. 
          
          Diketahui masalahnya, yaitu mereka malu mengucapkan itu, apalagi kepada gurunya yang semestinya mereka memberi salam lebih dahulu.

          Sehingga, pada waktu itu aku menggunakan cara Tambatan ini. Aku sampaikan kepada anak-anak,
          
Setelah bertemu dengan saya, kalian tersenyum, dan salam, "Assalamu'alaikum."
          
          Dan, disampaikan kepada mereka, bahwa bukankah Nabi Shallallahu alaihi wasallam menghasung kita untuk berwajah cerah, ceria ketika sedang atau sudah bertemu, bertatap wajah, dan tidak membuang wajah kita.
          
          Dan, penetapan sepele, Pemicu dari Tindakan itu membuahkan hasil yang diinginkan. Anak-anak begitu hendak berpapasan dengan aku (Tambatan), mereka jauh-jauh sudah pasang senyum, dan ketika telah dekat mereka salam (Perilaku yang diinginkan)
          
          Pertama awal-awal mereka lakukan, agak berat, maka dari itu Tambatan yang didesain adalah khusus setelah bertemu dengan aku saja. Aku pikir, agar mereka terbiasa dahulu melakukan itu, lebih mudah senyum dan memberi salam kepada satu orang, daripada kepada setiap muslim.
          
          Ya, kita harus melatih kebiasaan tersebut, untuk dimasukkan dalam kehidupan mereka. Sehingga senyum dan salam menjadi suatu yang otomatis.
          
          Dan, ternyata hasilnya lebih yang disangka. Ada salah satu anak, yang senyum dan salam begitu kerasnya, saat aku sedang menyapu dengan sapu lidi halaman rumahku. Padahal itu momen bukan bertemu papasan. Subhanallah. 

          Memang kebaikan itu selain dimotivasi, 
  • juga mesti dilengkapi momen bagaimana agar mereka mudah melakukannya
  • karena belum terbiasa. 
  • Ketika telah terbiasa, akan mengembang lebih besar secara alami
  • disamping itu mereka semakin percaya diri untuk melakukannya.
          

Ujung Tindakan

          Tambatan, perlu kejadian mendetail dalam rutinitas. Karena terkadang Perilaku gagal dikarenakan Tambatan yang tidak detail.
            
          Jika, menggunakan Tambatan seperti,

Setelah pulang dari masjid untuk shalat Subuh berjamaah, aku (akan) menulis lima kalimat faedah kajian.

          Ini sudah cukup detail, sehingga tak perlu lebih spesifik dari pada itu. Hanya saja, terkadang tidak berhasil, maka kita bisa memeriksa yang kita bisa sebut sebagai Ujung Tindakan.
            
          Maksudnya bagaimana?
            
          Kita mencoba, mencari tindakan terakhir yang kita lakukan pada Pemicu dari tindakan atau Tambatan yang telah kita pasangkan dengan perilaku Kebiasaan Belajar dengan Menulis.
            
            Tindakan terakhir pada "pulang dari masjid untuk shalat Subuh berjamaah" adalah misalkan:

✓ menggantung jubah pada gantungan baju. 
atau,
✓ menutup pintu masuk rumah.

          Jadi kalimat terkait Tambatan, misalnya menjadi:

Setelah menutup pintu rumah, aku (akan) menulis lima kalimat faedah kajian.
            
          Untuk menemukan Ujung Tindakan, kita mesti mengamati Tambatan dengan sangat teliti untuk mencermati seperti apakah akhir dari tindakan Tambatan tersebut. Ini sangatlah urgen bila Tambatan kita agak kabur. Berikut beberapa contoh suatu Tambatan dengan Ujung Tindakannya:

✓ "Setelah makan siangakan lebih baik jika fokus pada, "Setelah meletakkan piring di tempat cuci piring." Atau, "setelah minum."

✓ "Setelah pulang dari berjualan" akan lebih bagus pada yang lebih rinci, "Setelah meletakkan tas di rak."

✓ "Setelah menggosok gigi" > "Setelah mengembalikan sikat gigi ke tempatnya."

✓ "Setelah menuangkan teh" > "Setelah meletakkan teko."

✓ "Setelah mandi" > "Setelah menggantung handuk (setelah mandi)."

✓ "Setelah sampai di tempat kerja" > "Setelah meletakkan tas di meja kerja."

✓ dan sebagainya.

          Bahkan, boleh jadi kita telah menemukan Ujung Tindakan, ternyata masih kurang spesifik, contohnya:

✓ "Setelah mencuci piring di tempat cuci piring," 

          Kalimat tersebut sudah terlihat detail dan bagus dari Ujung Tindakan. Ternyata masih kurang spesifik, seharusnya, ini; 

✓ "Setelah mematikan keran air cuci piring,"
            
          Dan, insya Allah berhasil!
            
          Yang dibutuhkan, hanyalah menemukan Ujung Tindakan, agar kebiasaan baru itu terselip ke tempat yang kita inginkan dengan jelas. 

          Sensasi; 

"mematikan keran, dan suara air mengalir yang tiba-tiba berhenti merupakan input indrawi pendengaran yang akan menjadi Pemicu yang lebih konkret dan interupsi yang menyadarkan."
            
          Begitu pula dalam, 

"Setelah menutup pintu rumah, aku (akan) menulis lima kalimat faedah kajian."

          Boleh jadi suara berdebam pintu tertutup, menjadi suatu momen bunyi isyarat yang mengingatkan kita, inilah saatnya memupuk kebiasaan Belajar dengan Menulis. Karena, pencerapan panca indera pada benda-benda itulah sehingga terjadi konteks (hubungan), sebagai pertanda khusus pada setiap kita.
            
          Walaupun, "menulis lima kalimat faedah kajian" seperti hal yang sepele, tetapi itu sejatinya "poin besar" yang menimbulkan kepercayaan diri kita sebagai seorang Salafy, yang menjunjung tinggi ilmu. Dan, dengan memasukkan satu kebiasaan sederhana tersebut dalam rutinitas sehari-hari, kita mengubah suasana kalbu pada hari itu. Kebaikan menimbulkan rasa tenang dan tenteram hati. Akhirnya, merembet pada emosi kegiatan lain, yakni melaksanakan tugas-tugas harian dengan senang.

***

Desain Kebiasaan Belajar Ilmu Syar'i dengan Menuliskannya


WhatsApp Salafy Asyik Belajar dan Menulis

Posting Komentar untuk "#24 Eksperimen Tambatan"


Tanya - Jawab Islam
Bertanyalah kepada
Orang Berilmu

Menulis Cerita

Kisah Nyata
rasa Novel


Bahasa Arab
Ilmu Nahwu
Tata Bahasa
Bahasa Arab
Ilmu Sharaf
Perubahan Kata
Menulis Cerita Lanjutan
Kelindan
Kisah-kisah Nyata


Bahasa Indonesia
Belajar
Kalimat

Bahasa Indonesia
Belajar
Menulis Artikel


Bahasa Indonesia
Belajar
Kata

Bahasa Indonesia
Belajar
Gaya Bahasa

Disalin oleh belajar.icu
Blog Seputar Mendesain Kebiasaan Belajar Ilmu Syar'i dan Menuliskannya, mudah, sedikit demi sedikit, dan saban hari.