Widget HTML #1

#25 Tambatan yang Dirindu

          Kenyataannya, dengan mulai dari Tambatan ini, kita mulai berpikir dengan kreativitas kita, bahwa kita sanggup menghidupkan kebiasaan apapun, sekecil apapun kebiasaan tersebut, selain kebiasaan belajar dengan menulis.
 



          Kita bisa menggunakan pendekatan ini sebagai teknik lanjutan. Kita bisa mencari, dan menemukan:

✓ peluang-peluang rutinitas harian kita sebagai Tambatan.
✓ kebiasaan-kebiasaan baik yang baru, untuk dicoba.
          
          Kita dapat membuat "reramuan" desain perilaku, dengan mulai menemukan Tambatan-tambatan yang ada di keseharian kita.
          
          Proses ini, adalah kebalikan dari yang selama ini kita lakukan. Yang selama ini adalah, memulai dengan kebiasaan baru yang ingin kita ciptakan, yakni kebiasaan belajar dengan menulis, dan mencari tempat (rutinitas) yang telah ada, sekarang kita,

mulai dengan rutinitas yang telah kita miliki (Tambatan), 
✓ lalu menemukan berbagai kebiasaan baik yang baru yang akan kita selipkan pada Tambatan tersebut.
          
          Misalkan,

✓ bila seorang ibu, mempunyai rutinitas mencuci piring secara teratur setiap pagi, kebiasaan baru apa yang bisa dimasukkan setelahnya? Misalkan, menata meja makan?

✓ Jika, setelah kita mengenakan sabuk pengaman di mobil untuk pergi, kebiasaan baru apa yang bisa diselipkan sesudahnya? Umpamanya, mendengarkan murottal hafalan yang sedang kita hafalkan?

✓ Bila, kita selalu meletakkan cangkir kopi yang telah kita seduh di meja kerja, kebiasaan anyar apa yang tepat dilakukan setelah rutinitas yang konsisten itu? Mungkin, melihat daftar kegiatan kita hari itu?

✓ Dan sebagainya.
          

Kebiasaan baru dengan Rumus Tambatan: Selagi

          Ketika kita mencermati lebih melekat pada rutinitas kita yang telah ada, kita akan menemukan jeda-jeda waktu luang kecil, yang bisa menjadi dimensi ruang dan waktu untuk kita isi dan menumbuhkan kebiasaan baru.
          
          Misalkan, 

seorang ibu yang melakukan pekerjaan rutin menyuapi makan kepada anaknya yang masih kecil. Jadi rutinitas yang biasa ia alami, adalah menunggu anaknya mengunyah makanan sampai mulutnya kosong. Mungkin jeda menunggu itu boleh jadi hanya 20 detik, bahkan mungkin lebih. Periode menunggu ini, menimbulkan peluang:

Setelah menyuapi atau memasukkan makanan ke mulut anak (dan selagi menunggu sampai mulutnya kosong), aku (akan) ...
          
          Jenis kebiasaan ini, bisa kita sebut: Kebiasaan Selagi.
          
          Selagi menunggu mulut anak kosong, kita bisa memikirkan satu hal yang bermanfaat bagi diri kita, yang dapat kita peringati dengan rasa syukur. Atau, sesuatu hal baru yang bisa kita apresiasi atau hargai setiap harinya. Seperti:

✓ Peregangan tubuh, agar peredaran darah lancar.
✓ Menghafal doa-doa harian.
✓ Memuroja'ah hafalan Al-Qur'an
✓ Membaca buku
✓ Dan lain-lain
          
          Kita semua, memiliki "jeda waktu kecil" ini:

✓ Berhenti di lampu merah lalu lintas, menunggu lampu hijau menyala. Bahkan terkadang ada petunjuk detik hitungan mundur waktu, sehingga kita bisa memperkirakan kapan kita siap-siap melihat lampu hijau menyala, dan menyiapkan kendaraan kita untuk berjalan kembali.

Berjalan ke masjid, untuk shalat fardhu.

Mengantri pembayaran di kasir pasar swalayan.

Mengantri di POM bensin.

Menunggu panggilan di kursi tunggu bank atau praktek dokter.

Menunggu kendaraan diperbaiki di bengkel.

Duduk di kursi, sebagai penumpang dalam bis, kereta api, kapal laut, pesawat terbang, atau apapun transportasi dalam suatu waktu perjalanan tugas rutin ataupun piknik. Pun, dalam menunggu kedatangan mereka.

✓ Saat, ronda bersama dalam lingkungan pemukiman.

          Dan, betapa banyak jeda-jeda waktu yang kita pergunakan, mungkin hanya untuk melamun, atau bahkan merasa kesal atau kecewa terhadap suatu kejadian yang telah kita alami.
  • Berbagai kebiasaan baru kecil, ini mungkin akan tetap kecil
  • karena terkait jeda waktu yang memang sangat singkat dalam kehidupan kita. 
  • Namun, kita jangan meremehkan Kebiasaan Selagi
  • Kebiasaan kecil yang dilakukan secara konsisten akan mampu membawa kita kepada perubahan besar. 
          Di samping itu kita secara tak sadar ditunjukkan kepada; 
  • suatu cara baru menghargai tubuh kita yang merupakan ciptaan-Nya yang luar biasa ini, 
  • dan apresiasi (penghargaan) terhadap ilmu dan amal. 
  • Bahkan lebih dari itu kita diinspirasikan untuk lebih menghargai waktu
  • Betapa tingginya nilai waktu. 
  • Betapa selama ini kita telah menyia-nyiakannya. 
  • Dan, betapa kita telah melakukan hal-hal yang tak bermanfaat di dalamnya.
          Allah Subhana wa ta'ala - pun bersumpah demi waktu.
          
          Mungkin juga, kita tak sadar Islam secara tersirat, telah mengajari untuk betul-betul menghargai waktu, seperti misalkan, 

jika kita terbiasa melakukan shalat sunnah qabliyah (sebelum) shalat fardhu, lalu terlewatkan karena udzur, kita masih diberi kesempatan untuk mengqadhanya (melakukannya) di saat setelah shalat fardhu yang bersangkutan. Masya Allah.
          
         Meskipun kebanyakan Kebiasaan Selagi itu tetap kecil, dengan berjalannya waktu, karena inspirasi ini, kita akan mulai berusaha mencari "jeda-jeda waktu yang lebih lama" untuk mengembangkan kebiasan baru yang dilakukan membutuhkan waktu yang lebih lama, seperti Kebiasaan Belajar dengan Menulis itu sendiri.

Tambatan yang dirindu

          Dengan sedikit eksplorasi, kita bisa menciptakan Kebiasaan Selagi dengan ramuan,

Setelah kendaraan umum yang aku tumpangi berjalan dengan stabil, aku (akan) mendengarkan kajian Islam dari HP dengan memakai head set, selagi dalam perjalanan.

Jadi, karena terkadang goncangan beberapa kendaraan umum, seperti bis akan sulit jika kita menulis atau membaca, maka selagi dalam perjalanan tersebut, kita bisa mendengarkan kajian Islam. 

Dengan, Kebiasaan Selagi akhirnya kita bisa memasukkan peristiwa atau kejadian yang bermanfaat bagi diri kita yang sering melakukan perjalanan jauh. Maka, terciptalah kebiasaan baru mendengar kajian di atas kendaraan. 

         Dengan begitu pula yang tadinya 
  • suatu kesibukan harian menjadi alasan tak ada waktu untuk belajar
  • justru sekarang menjadi alasan untuk belajar
  • Menjadi Pemicu dari Tindakan
          Betapa terbalik fungsinya!
         
          Menjadikan Tambatan yang dirindu, yang selalu kita tunggu kesempatannya datang, untuk belajar.
          
          Ayo, temukan Tambatan yang Dirindu di hari-hari kita, sebagai momen yang kita nanti-nanti untuk Belajar dan Menulis. Sekali kita merasakan kebahagiaan, ketenangan dan ketenteraman kalbu, akibat Belajar dengan Menulis, kita akan kecanduan.

          Sebagaimana, ucapan Ibnu Qudamah al-Maqdisi di dalam karyanya Mukhtashar Minhajul Qashidin
          " ... .Karena, jenis kenikmatan yang tak bisa dirasakan, tidak akan dirindukan."

***

Desain Kebiasaan Belajar Ilmu Syar'i dengan Menuliskannya


WhatsApp Salafy Asyik Belajar dan Menulis

Posting Komentar untuk "#25 Tambatan yang Dirindu"


Tanya - Jawab Islam
Bertanyalah kepada
Orang Berilmu

Menulis Cerita

Kisah Nyata
rasa Novel


Bahasa Arab
Ilmu Nahwu
Tata Bahasa
Bahasa Arab
Ilmu Sharaf
Perubahan Kata
Menulis Cerita Lanjutan
Kelindan
Kisah-kisah Nyata


Bahasa Indonesia
Belajar
Kalimat

Bahasa Indonesia
Belajar
Menulis Artikel


Bahasa Indonesia
Belajar
Kata

Bahasa Indonesia
Belajar
Gaya Bahasa

Disalin oleh belajar.icu
Blog Seputar Mendesain Kebiasaan Belajar Ilmu Syar'i dan Menuliskannya, mudah, sedikit demi sedikit, dan saban hari.