Widget HTML #1

#17 Mengapa Memulai dari Kecil?

          Telah kita ketahui, menurut ulama Ibnu Qudamah al-Maqdisi bahwasanya, Kalbu atau Hati yang menjadi tempatnya Keinginan, Hasrat atau Motivasi terbagi 3 jenis. Untuk Kalbu yang penuh ketakwaan yang bermotivasi kuat untuk melakukan kebaikan, umumnya tidak masalah untuk memulai suatu kebiasaan yang baik. 

          Sedangkan, bagi Kalbu yang masih goncang, atau bahkan lemah, umumnya lebih sulit untuk memulai suatu kebiasaan baik. Sehingga kita mesti agak paksakan untuk memulainya, dengan harapan akan mempengaruhi Motivasi menjadi naik. Inilah trik manipulasi Kemampuan dari luar.

          Ini adalah sistem, untuk berpikir secara jernih tentang perilaku manusia dalam mendesain cara-cara sederhana untuk mengubah kebiasaan kita. Dalam hal ini, adalah bagaimana hadirnya kebiasaan belajar dengan menulis.

          Hanya saja, jika kita memulainya dengan kebiasaan yang langsung banyak (besar), akan terasa berat bagi kalbu yang demikian. Bahkan, tidak akan tumbuh kebiasaan tersebut alias berhenti atau gagal.
  
          Dan, untuk memulainya kita harus menciptakan kebiasaan baik yang kecil. Kebiasaan baik yang kecil merupakan jalan menuju mengembankan kebiasaan yang jauh lebih besar. Bahkan, kita akan bisa menyingkirkan kebiasaan yang tak diinginkan. Intinya:

✓ Temukan perilaku yang kita inginkan
✓ Jadikan perilaku itu kecil
✓ Temukan tempat di mana perilaku itu bisa masuk secara alami dalam kehidupan kita.
Pupuklah pertumbuhannya
          
          Lalu, mengapa mesti kecil?
          

Kecil itu cepat

          Waktu. Bahkan Allah Subhana wa ta'ala bersumpah demi waktu. Allah yang menguasai waktu sesuai kehendak-Nya. Allah mampu menghentikan waktu, dan selain itu Allah mampu menggerakkan waktu terus. Dan, kita tak pernah cukup waktu, kita selalu menginginkan waktu lebih.
           
          Terkadang kita melakukan panggilan telpon dengan klien kita, sambil makan camilan di mobil saat berada di pantai bersama anak-anak, karena kita terdesak waktu. Hal itu mengantar kepada pola "selalu kurang waktu", kita merasa waktu tak akan pernah cukup. 
           
       
  Jadi?
           
          Ya, kita akan senantiasa mengatakan, "Tidak, terhadap perubahan, karena kita tak pernah memiliki waktu untuk memupuk kebiasaan belajar dan menulis."
           
          "Belajar 30 menit sehari? Membaca buku atau murojaah kitab setiap malam? Menulis beberapa kalimat faedah dari seorang ulama setiap hari?"
Lupain aja (logat Betawi).
           
           Siapa yang punya waktu?
           
           Namun, melakukan perubahan hidup itu bisa jauh lebih mudah. Kita bisa memulainya dari sesuatu yang kecil.
           
           Kita bisa berfokus dengan memasukkan atau menempelkan tindakan kecil kebiasaan belajar dan menulis pada kebiasaan lainnya, kemudian kebiasaan belajar dan menulis akan berkembang dengan alami.
           
           Memulai kebiasaan belajar dan menulis yang kecil - mungkin 2 menit - , ini berarti kita bisa mulai menciptakan perubahan besar tanpa khawatir melibatkan waktu yang banyak. Bisa kita mulai dengan tiga perilaku yang sangat kecil misalkan,

✓ Menghafal 
✓ Membaca, atau mendengarkan
✓ Menulis

           Atau, jika tiga perilaku belum sangat kecil, maka satu saja cukup, misal 
  • membaca 
  • atau mendengarkan kajian saja dulu. 
          Tak peduli, sebesar apa keinginan kita untuk menumbuhkan kebiasaan belajar dan menulis, kita tak akan bisa belajar dan menulis secara konsisten, jika kita memulainya dengan sesuatu yang besar. Berat. Boleh jadi, pertama kali kita mampu belajar dan menulis dalam waktu yang lama, tetapi kebiasaan belajar dan menulis itu mungkin tak akan bertahan lama.
           
          Terkadang dalam kehidupan, sesuatu yang kecil itu bukan hanya pilihan terbaik, tetapi mungkin satu-satunya pilihan. 

          Bahkan, Nabi kita shallallahu 'alaihi wa sallam, jika diberi kepada beliau 2 hal untuk dilaksanakan, yang satu lebih mudah dari yang lain, maka beliau memilih hal yang lebih mudah.

          Jika kita memulai dari yang kecil, sedikit atau sederhana itu mudah, mengapa pula kita memulai melakukan yang besar, banyak dan sulit? 

Kecil itu bisa dimulai sekarang juga!

           Yang kecil itu realistis, tidak muluk-muluk. Dan, kita dapat memulainya saat ini juga! Kita sanggup memulai belajar dan menulis, detik ini. 
           
           Yang kecil itu akan, 

cocok dengan situasi apapun yang kita hadapi, mungkin kita dalam kondisi sulit, sempit dan dalam tekanan.
✓ Tetap sesuai dengan situasi kehidupan dan keunikan jiwa masing-masing kita yang harus kita hadapi. 
           
           Untuk latihan pertama, kita akan coba mulai mempraktekkan kebiasaan baru, dalam hal ini perilaku menuju kebiasaan belajar dan menulis setiap hari. Ini perilaku sederhana dan membutuhkan waktu hanya sekitar 3 detik. Yaitu:
           
Setelah bangun tidur, lalu duduk, membaca doa bangun tidur, dzikir setelah bangun tidur, dan berdoa, segera ucapkan kalimat ini, 
  • "Bismillah, hari ini, aku belajar dengan menulis lebih baik, insya Allah." 
Bersamaan itu rasakan optimis dan positif dalam kalbu. Rasakan juga kalimat tersebut betul-betul meresap dalam pikiran kita.
           
          Dengan kebiasaan Aksi 3 Detik, kita bisa langsung mulai berjalan - nyaris tanpa usaha keras sedikitpun - menuju masa depan ilmu dan amal yang lebih baik.
           
           Kalimat yang diucapkan, 
  • tidak mesti seperti di atas, intinya bebas
  • Dan, inipun tidak diharuskan - khawatir dianggap syariat yang ditetapkan - , semisal doa, kapan saja dan dimana sajapun bisa. 
  • Dan, doa sendiri kita tahu ada waktu-waktu mustajab, di antaranya yaitu di waktu-waktu sahur, yakni sebelum waktu azan subuh berkumandang - ya itu dia, ketika pagi, kita telah bangun dari istirahat tidur malam -  tentu saja sanggup kita lakukan dalam bentuk doa, berupa permohonan, permintaan kepada Allah ta'ala.
  • dengan adab-adab doa yang telah kita ketahui dan doa kalimat-kalimat yang semakna.
           Dikatakan oleh al-Ustadz Abu Sufyan al-Musy dalam kajian kitab Mukhtashar Minhajul Qashidin di ponpes al-Bayyinah, Sedayu, Gresik, bahwa, waktu pagi - waktu sahur - sebelum azan subuh - itu, hikmahnya adalah; karena ketika itu kalbu dan pikiran kita masih jernih, bersih belum terbebani masalah-masalah kehidupan yang biasanya datang dalam kesibukan kita siang hari.

          Kalimat-kalimat pilihan lain, misalkan:
"Bismillah, hari ini, aku belajar dan menulis luar biasa, insya Allah."
"Bismillah, hari ini, aku belajar dan menulis yang bermanfaat, insya Allah."
✓ Dan variasi kalimat lainnya, silakan pilih atau rancang sesuai kebutuhan kita, atau yang terasa lebih pas (sreg) bagi diri kita.
           
          Alasan lain, yang paling masuk akal adalah, ketika bangun tidur pagi hari, seperti dikatakan di atas, pikiran kita masih bersih, segar, belum ada pikiran lainnya, sehingga alangkah baiknya; 
  • jika kita memulai pikiran dengan hal yang baik
  • semangat kepada hal yang bermanfaat
  • seperti Nabi kita Shallallahu alaihi wasallam perintahkan, "Bersemangatlah pada apa-apa yang akan memberi manfaat kepadamu." 
          Untuk waktupun, selain bangun tidur pagi hari, bisa disesuaikan rutinitas kita, misalkan ketika sedang bercermin, ketika keluar dari rumah, dan sebagainya. Tentunya mengutamakan atau mendahulukan doa-doa sehari-hari kegiatan yang dilakukan sesuai Sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
           
          Terkadang, kita seakan-akan dihantui perasaan bahwa, hari ini, bukan hari yang akan terisi dengan kejadian-kejadian baik bagi diri kita, karena telah terbayang apa-apa yang buruk akan terjadi. Kejadian dan peristiwa memang merupakan sebab - akibat yang berhubungan, berantai. Kemarin, atau beberapa hari yang lalu merupakan informasi yang akan berakibat pada hari ini, bisa saja terjadi. 

          Namun, disarankan tetap mengucapkan kalimat tersebut. Jika perasaan kita mengatakan ini hanya akal-akalan dan palsu dalam memanipulasi perasaan kita, maka pasrahkan semuanya kepada Allah Subhana wa ta'ala. Maka dari itulah, kalimat tersebut diakhiri dengan "insya Allah". Segala daya upaya di bawah kehendak-Nya. Dan, yang paling penting kita sadari, apapun yang terjadi itu sebab hakiki adalah Allah ta'ala, seluruhnya sesuai kendali dan kehendak-Nya. Bagi Allah ta'ala, itu semua terbaik dan teradil untuk kita. Allah tak akan pernah sama sekali zalim kepada kita.

          Insya Allah, ini bisa membantu kita dalam perilaku kebiasaan belajar dan menulis, bahkan di hari yang terisi kejadian buruk sekalipun. Kepasrahan kita kepada-Nya, seolah-olah, bahkan sangat mungkin bagi-Nya membuka secercah menuju hari yang benar-benar terisi hal-hal yang semakin baik untuk belajar dan menulis. Dan, dahsyatnya itu terjadi hampir setiap hari.
           
         Kita anggap, kebiasaan kecil mengucapkan kalimat tersebut yang hanya 3 detik tersebut sebagai:

Latihan melakukan kebiasaan secara konsisten.
✓ Menanamkan pada kalbu kita, betapa sangat mudahnya untuk memulai suatu kebiasaan.
✓ Mengajari diri kita, suatu kondisi kalbu terpenting dalam perubahan perilaku menuju kebiasaan baik, belajar dan menulis: "merasa tenang, tentram dan bahagia". 

          Bukankah kebaikan itu membuat tenang kalbu, sedang keburukan mengantar kepada kegoncangan kalbu?          

Kecil itu Aman

          Seorang anak berusia 18 bulan (1,5 tahun) sedang belajar berjalan. Sesekali dia jatuh. Jatuhnya hanya mengakibatkan sakit, tetapi hanya sedikit. Lalu ia akan bangkit lagi untuk meneruskan belajar berjalan. Jatuh lagi, bangkit lagi. Rasa sakit yang kecil karena gagal dalam berjalan itu tak mempengaruhi jiwanya, sehingga ia lanjut terus, tidak kapok-kapok.

         Lain halnya, bila seorang tua paska sakit stroke. Ia setengah lumpuh. Lalu ia belajar berjalan. Ketika jatuh akan beresiko tinggi. Bisa cidera berat. Cidera berat tersebut mampu mempengaruhi mentalnya. Timbul kekhawatiran dan ketakutan setelah jatuh dan cidera. Kegagalan yang begitu besar, membuat ia tak berani memulai belajar berjalan kembali.

          Siapa yang tak pernah mengalami kegagalan? Bukankah takut akan kegagalan, bisa dimaknai dengan: sama saja takut akan keberhasilan?

          Hanya saja, kini kita berpikir lebih cerdas lagi, yakni bagaimana kegagalan tidak memberi efek tidak memulai belajar dan menulis kembali? Maka, kegagalan kecil lah yang membuat kita akan terus lanjut, karena itu tak menyakitkan sekali.

          Maka, konsep yang sama berlaku pula dalam memulai perilaku atau kebiasaan belajar dan menulis. Jika kita ingin belajar dan menulis, ada banyak tempat yang berlainan untuk memulai. Misalkan, ada beberapa alternatif:

1. Belajar dan menulis ilmu bersama ulama di negeri jauh.

2. Belajar dan menulis ilmu bersama asatidzah di ponpes, mondok.

3. Belajar dan menulis ilmu di ponpes, sistem mustami. Ikut pelajaran sesuai kebutuhan dan waktu yang tersedia di tengah kesibukan.

4. Belajar dan menulis ilmu,
  • dari rekaman kajian di channel, download dan dengarkan, 
  • dengan membaca materi dari buku terjemahan atau kitab jika telah mahir menterjemahkan
  • dipadu dengan mengikuti kajian pekanan di masjid daerah setempat.
5. Dan banyak lagi kreativitas cara Belajar dan Menulis.
          
          Dari berbagai perilaku kebiasaan Belajar dan Menulis, investasi waktu dan dana berbeda-beda sesuai ekspetasi masing-masing. Tentu saja juga mempunyai tingkat resiko yang berbeda pula. Dan, sesuai akal sehat, jarang sekali orang pergi menuntut ilmu ke negeri jauh di sisi ulama, tanpa mencoba belajar dulu di negeri sendiri sesuai kemampuan.
          
          Mengapa?
          
          Orang biasapun akan berpikir, bahwa memulai belajar dan menulis itu terasa sulit jika hal tersebut terlalu besar. Jika kita belum mampu belajar dan menulis seperti di poin 4, yaitu dengan tingkat kesulitan paling rendah, maka kitapun tak berani menjalankan perilaku Belajar pada poin 3 dan 2, apalagi poin 1. 

          Jika kita paksakan belajar dan menulis pada poin 3,2 atau 1, sementara kita masih punya tanggung jawab memberi nafkah keluarga dengan bekerja misalkan, kemungkinan besar kita akan mengalami kesulitan bahkan, zalim terhadap keluarga. Ketika hal tersebut kita paksakan untuk dijalankan, lalu menuai masalah, kemungkinan kita akan kehilangan kepercayaan kepada ilmu, yang malahan berakhir "berhenti total dari belajar dan menulis". Futur

          Buat apa berbuat seperti itu? Akan merugikan diri sendiri, menyulitkan dan tidak menyenangkan.
          
          Yang kecil itu, 
  • terselubung, 
  • tak nampak (terhindar dari riya'), 
  • dan resiko bisa dihindari. 
  • Kita bisa berubah semakin berilmu dan beramal tanpa menimbulkan kehebohan, 
  • tanpa keterkenalan (al-Khumul)
  • Tak ada yang iri atau dengki kepada kita, 
  • Orang yang hasad, bisa jadi hal tersebut, akan menghalangi kita dalam menjalankan perilaku kebiasaan belajar dan menulis. 
          Otomatis tekanan mental dan pikiran kepada kita berkurang.
           
          Karena perilaku ini begitu kecil dan fleksibel; 
  • Resiko "baper" (terbawa perasaan) pun lenyap. 
  • Tak ada kegagalan berarti. 
  • Kalaupun ada, seakan "sandungan kecil", yaaah ... kecil, paling sedikit goyang, 
  • tak sampai jatuh terjerembab, 
  • tidak sampai malu banget pada diri sendiri, 
  • lanjut jalan lagi. Beres.
          Mulailah belajar dan menulis sedikit setiap hari, terus lanjut, in sya Allah akan berkesinambungan menuju perubahan besar, bertambah ilmu dan bertambah amalan, konsisten.

          Kegagalan kecil mah bukanlah kegagalan, tetapi itulah kebiasaan belajar dan menulis yang sedang tumbuh kembang terbentuk.
          

Kecil itu Bisa Tumbuh Menjadi Besar

          Mitos perubahan mengatakan, bahwa kita harus melakukan hal besar atau tidak sama sekali. Dan, kini kita hidup dalam budaya yang digerakkan oleh aspirasi yang berakar pada pendapatan uang besar-besaran secara instan, bahkan passive income (pendapatan pasif) tanpa bekerja. Dengan demikian, kita sulit untuk menerapkan, bahkan menerima suatu konsep kemajuan yang bertahap. Kita akan menjadi frustasi dan putus harapan ketika segalanya tak terjadi dengan segera (isti'jal - ketergesa-gesaan). Sesuatu yang serba seketika, kini dianggap suatu perubahan alami dan normal.
          
          Padahal, satu-satunya cara yang konsisten dan berkelanjutan untuk tumbuh besar, adalah dengan memulai dari kecil. Kemajuan secara bertahap, itulah yang dibutuhkan untuk menumbuhkan perubahan jangka panjang yang sarat makna
          
          Tindakan kecil sederhana yang fokus, seperti hanya menuliskan atau melisankan satu tugas belajar dan menulis hari ini, akan memicu reaksi berantai yang akan menggerakkan seluruh hari kita.
          
          Satu aksi kecil belajar atau menulis, bagaikan satu gigitan kecil pada kue besar, pada mulanya mungkin terasa tidak penting, tetapi itu memungkinkan kita membangun momen yang kita butuhkan untuk naik menuju tantangan lebih besar dan kemajuan lebih cepat. Tahu-tahu kita telah menghabiskan seluruh kue besar yang kita gigit-gigit tersebut.
          

Kecil itu Tak Bergantung pada Motivasi yang Goncang atau Lemah

          Motivasi atau tekad sering digembar-gemborkan sebagai cara untuk meningkatkan dan mempertahankan suatu perubahan dalam waktu yang lama. Ternyata, teori akademispun sering kali tak berhasil mentransformasi orang-orang di kenyataan kehidupan mereka.
          
          Motivasi yang goncang atau lemah selalu berubah-ubah, sehingga membuat hal tersebut tak dapat diandalkan. Kalbu seperti itu selalu bergolak setiap hari, mudah berbolak-balik, goncang, labil, tidak stabil dan tidak kokoh.
          
          Contoh kasus pada seseorang, kita sebut saja dengan panggilan Fulan:

          Fulan pernah tinggal sekitar sebulan di suatu pondok pesantren. Ada urusan yang mengharuskan ia begitu.

          Nah, ketika tinggal di ponpes itu, untuk akomodasi konsumsi dibersamai bersama santri. Fulan selalu ingin mengambil sendiri ransum tersebut ke dapur ponpes, tetapi ada salah seorang santri yang sangat beradab berkata, "Biar ana (aku) ambilkan makanan antum, antum (Anda) ndak usah ambil sendiri."

          Sejatinya, Fulan menolak. Namun santri yang bernama Ahmad itu tetap bersikeras untuk mengambilkan, karena itu bentuk adab anak muda kepada yang lebih tua. Lebih dari itu, itu juga penerapan akhlaq karimah akibat pengajaran para ustadznya.

          Baiklah, jika begitu, Fulan pun menerima.

          Ternyata makanannya begitu lengkap, berupa nasi, lauk pauk dan sayurnya itu dalam standar porsi para santri. Nasi putih menggunung.

          Fulan pun, karena urusan di ponpes tersebut termasuk menguras tenaga, ketika waktu makan tiba, sangat lapar. Makanan yang tersedia disikat habis. Selalu tandas. Nasi putih yang selalu menggunung, pindah ke perutnya.

          Begitu setiap hari.

          Sampailah waktu bulan puasa tiba. Anehnya ketika Fulan puasa memang tubuh lemas, tetapi yang ia rasakan, sangat lemas. Apalagi, jika ada keperluan keluar sebentar membeli sesuatu di toko. Ketika berada di toko, rasa-rasanya ingin cari kursi untuk duduk, saking lemasnya.

          Di dalam benaknya kondisi yang seperti ini, adalah di luar kebiasaannya. Karena, dulu ketika belum ada urusan di ponpes ini, pernah puasa, tubuhnya lemas, tetapi tidak sampai seperti yang ia alami sekarang.

          Anehnya lagi, ketika waktu buka puasa, minum minuman sesegar apapun, Fulan tetap merasa haus.

          Ada apa dengan tubuhku? Fulan senantiasa bertanya-tanya dalam kalbunya.

          Klimaksnya, ketika Fulan mudik ke kampung mertua. Dan, suatu ketika itu di kampung mertua bertepatan dengan hari Jumat. Ibadah shalat Jum'at. Fulan berjalan ke masjid dekat alun-alun kota dalam keadaan lemas sekali. Sampai-sampai ketika pulang dari masjid, berhenti dulu di tengah perjalanan pulang ke rumah mertua. Terduduk di tengah taman alun-alun kota.

          Sesampai di rumah mertua, adik ipar Fulan yang seorang dokter penyakit dalam menganjurkan Fulan untuk tes kesehatan ke laboratorium. Ia menduga Fulan sakit kadar gula darah tinggi atau diabetes. 

          Fulan pun jadi teringat kepada ayah dan kakeknya yang juga mengidap sakit itu.

          Singkat kata, setelah tes kesehatan ke laboratorium, hasilnya ada di dalam amplop tertutup, Fulan serahkan ke adik iparnya yang dokter tersebut.

          "Wah, Mas rapotnya merah!" sentak adik iparnya.

          Hah! ada apa ya? benak Fulan bertanya.

          "Gula darah 600," adik iparnya menjelaskan.

          Maka sejak itu, makanan Fulan dikurangi, nasi putih ditimbang, dan banyak larangan makanan yang tak boleh Fulan makan, terutama yang manis-manis. Lalu, Fulan disuruh adik iparnya untuk setiap hari menyuntik insulin pada perutnya.

          Fulan pun menguatkan motivasi dan tekad untuk mengendalikan konsumsi makanan. Diet keras. Pada awalnya motivasi meningkat. Semangat. Namun, Fulan pernah makan nasi putih sedikit saja, hanya sekepal tangan, lalu ketika dites kembali kadar gula darah melonjak naik 300. Bagaimanalah ini?

          Akhirnya, Fulan tak mau menyerah. Ia pikir ini bukan hanya masalah motivasi dan tekad yang kuat. Motivasi yang masih lemah selalu fluktuatif, gak janji deh.

          Fulan ingat, ketika ia pernah belajar bahasa Arab, kursus sana, kursus sini. Privat juga, dengan modal motivasi kuat, menjadi murid tunggal. Ternyata, sulit sekali memahami bahasa Arab. 

          Lalu, Fulan mencoba pindah bersama keluarganya tinggal di lingkungan pondok pesantren. Ternyata, begitu mudahnya memahami bahasa tersebut. Belajar bersama santri yang banyak, setiap hari, lokasi belajar dekat, sering bertemu dengan orang-orang satu keinginan, itulah yang memudahkan untuk belajar. Dan, menyenangkan. Kalau dibayangkan Fulan memang berpindah tempat tinggal merupakan kerepotan sendiri, tetapi itu langkah sederhana yang menuntaskan segala keribetan dalam mempelajari bahasa Arab.

          Fulan pikir, masalah diet ini bukan masalah motivasi dan tekad saja. Kalaupun iya, ternyata motivasi yang masih lemah tak dapat diandalkan. Selalu berubah-ubah, tergantung juga pada hal-hal di luar dirinya. 

          Maka, sejak itu Fulan mengadakan tes setiap jenis makanan pada tubuhnya. Ternyata ia dapati yang paling memicu gula darah merangkak naik adalah: nasi putih, dan makanan yang mengandung gula, seperti kue-kue. Sedang makanan lainnya, seperti buah-buahan, kentang, tidak menunjukkan kenaikan gula darah yang signifikan.

          Dan, sejak itu pula Fulan tak mau makan nasi putih lagi, padahal bagian poli gizi kesehatan rumah sakit tetap membolehkan makan nasi putih, namun mesti ditimbang, dan tetap minum obat beserta suntik insulin.

          Ketika Fulan meninggalkan nasi putih, dan diganti dengan makan pengganti seperti kentang, nasi merah atau nasi hitam, tak perlu ditimbang lagi. Bisa makan semau dia, tidak perlu kelaparan. Dan, waktu itu Fulan masih minum obat dan suntik insulin. Ternyata gula darah drop turun sampai 70, dan itu lebih bahaya, mampu merusak jaringan otak. Ini pasti akibat obat dan suntik insulin. Karena apa? Ya karena sudah tidak makan nasi putih, tentu gula darah normal, dihantam obat dan suntik insulin, ya tentu saja terjun bebas semakin turun. Akhirnya di bawah ambang batas normal kadar gula darah 110.
          
          Hanya dengan mengubah nasi putih dengan nasi hitam, itu adalah langkah dan usaha kecil, tanpa meninggalkan standar porsi normal ketika makan, masih begitu mudah dan menyenangkan. Tidak atau tepatnya belum butuh motivasi kuat.
          
          Dibanding mengurangi porsi nasi putih dengan ditimbang, menahan kelaparan, minum obat dan suntik insulin adalah "masalah besar, sulit dan menyusahkan diri. Dan ini perlu motivasi dan tekad yang kuat.
          
          Maka sejak itu, Fulan tak pernah minum obat dan suntik insulin. Sampai-sampai adik ipar yang dokter heran, "Mas sudah ndak pernah minum obat lagi ya?"

          "Iya, tidak pernah," Fulan menjawab apa adanya.

          Bahkan adik ipar bertanya, dimana membeli beras hitam, karena ia juga ingin membelikan adiknya yang sakit diabetes juga.

          Untuk pengganti pemanis gula, Fulan memakai gula aren. Namun, mesti hati-hati karena banyak gula aren palsu. Ia harus tes dulu gula aren yang dibeli, naik apa tidak gula dalam darah ketika konsumsi gula aren tersebut.

          Intinya, bahwa; 
  • hanya dengan usaha kecil 
  • merancang konteks kehidupan kita, 
  • yaitu seluruh apa-apa yang ada di luar kita
  • Dimana lingkungan luar itulah yang akan mempengaruhi perilaku dan kebiasaan kita.
  • Dan, kebiasaan-kebiasaan kita itulah yang akan menentukan masa depan kita bagaimana, insya Allah
  • Tanpa mengandalkan motivasi yang masih lemah. 
  • Bahkan motivasipun dapat juga lambat laun tumbuh dengan konteks-konteks itu sendiri.
          Ada pemeo, 

"Ketika motivasi masih goncang atau berada di area dataran rendah, strategi pengendalian diri yang kuat adalah, dengan sekecil mungkin menggunakan motivasi. Bagaimanalah pula kita percaya kepada sesuatu yang masih goncang atau lemah"
          
          Kecanduan pada makan nasi Padang dengan rendangnya yang menggiurkan dan kue-kue yang sebagian besar adalah manis, kita akan tahu bahwa hampir semua orang suka. 

          Apakah kita menyalahkan Fulan ketika ia suka juga? Apakah itu kesalahan karakter atau sifat Fulan, ketika ia tak punya motivasi kuat untuk menahan dirinya untuk tak mengonsumsi makanan-makanan tersebut? Sedangkan orang lain yang tidak berdiabetes pun tak mampu menahannya.

          Ini adalah masalah desain konteks lingkungan, dan untuk sementara kita anggap bukan masalah cacat pada karakter Fulan. Motivasi goncang dia yang naik turun bukanlah kesalahannya, bukan kelemahan tekad. Tetapi tak ada konteks-konteks yang melatih dan menumbuhkan motivasinya agar menjadi kuat.

          Begitu Fulan memahami langkah kecil dalam desain perilaku - kesederhanaan mengubah perilaku - Dia memfokuskan diri untuk; 
  • menciptakan kebiasaan
  • langkah sederhana jika tak dapat dikatakan kecil, 
  • tetapi dampaknya besar
          Dan, itu membantu menyingkirkan kebiasan mengonsumsi nasi putih selamanya. Dan mengganti gula, dengan gula aren. Desain ulang lingkungan yang meliputinya. Kebiasaan minum kopi "gunting" yang satu paket dengan gula dari produsen pun, ia ganti dengan kopi "giling" yang ternyata nikmat tanpa gula.

          Kebiasaan kecil hanya mengubah nasi putih menjadi nasi hitam, akhirnya memicu kebiasaan berantai lainnya, minum kopi giling, dan kebiasaan belajar dan menulis yang bisa mengalihkan kebiasaan yang bisa memperparah kadar gula darahnya.

          Fulan, bisa mengadakan pendekatan semua kebiasaan baru tersebut dengan keterbukaan pikiran, menyayangi dirinya sendiri dan tidak mau merepotkan keluarganya karena kondisi tubuhnya.

          Adakalanya Fulan lengah terhadap makanan manis, tetapi itu bukan kegagalan karakter, tetapi masukan desain yang bisa digunakan untuk memperbaiki konteks yang akan dilakukan di masa depan.   
  • Menjaga agar perubahan tetap kecil 
  • dan ekspektasi tetap rendah 
  • adalah cara mendesain perilaku. 
  • Tidak bergantung kepada motivasi yang masih goncang yang datang di situasi baik saja, sedangkan di situasi buruk ia kabur.
          Saat ketika sesuatu berukuran kecil, hal itu mudah dilakukan, tak perlu berharap pada sang motivasi goncang atau lemah yang gaje - gak jelas.
          

Latihan kecil, kebiasaan kecil belajar dengan menuliskannya

          Cara kita terbaik untuk merasakan kebiasaan belajar ilmu syar'i dengan menuliskannya adalah dengan langsung melatihnya. Jangan banyak pertimbangan, langsung aksi.
          
           ✓ Latihan Pertama, mulailah kita dengan yang telah disampaikan pada; Kecil itu bisa dimulai sekarang juga! - Aksi 3 detik.

          ✓ Latihan Kedua, kita lakukan berikut ini, dan jangan berusaha menjadi sempurna. Kita langsung terjun dan belajar sambil melakukannya. Jangan kita tegang, fleksibellah dan tumbuhkan rasa senang.

          Kita tentu mengetahui cara menulis atau menyalin faedah-faedah diniyah. 

          Namun, jika kita seperti kebanyakan orang, kita tidak akan menjadikannya kebiasaan, karena hal tersebut bukan yang otomatis lazim dalam kehidupan kita umumnya. Bahkan, sebagian orang ketika belajar, atau ikut kajian hanya "jiping" (ngaji kuping), tidak membawa buku untuk mencatat, atau mengetik di gadget, apalagi murojaah kembali di tempat tinggal. Boro-boro. 

          Latihan ini, bisa membantu kita mengubah hal tersebut dengan cara berfokus pada keotomatisan kebiasaan belajar dan menulis tersebut. Bukan fokus pada kualitas belajar dan menulisnya.
  • Temukan kajian Salafy yang kita sukai di daerah kita, 
  • ikuti secara konsisten, 
  • rekam memakai hp kita. 
  • Jika tak ada di daerah kita, sangat mudah mencarinya di channel-channel Telegram. 
  • Mungkin kita perlu mencoba-coba dulu beberapa kajian yang berbeda, untuk mengetahui apa yang terasa paling pas, paling suka 
  • dan yang lebih penting lagi, paling dibutuhkan oleh kita. Lalu unduh.
          Perhatikan waktu-waktu yang baik untuk belajar dan menulis menurut Salafush Shalih, misalkan kita ambil ucapan ulama Salaf berikut;

          Ibnu Jama'ah rahimahullah mengatakan,

"  أجـود الأوقـات للـحفـظ:  الأسحـار، 
وللـبحـث: الأبكـار، 
وللـكتابة: الـنهـار،
وللـمطـالـعة والـمذاكرة: اللـيل

          "Waktu yang paling bagus untuk menghafal adalah waktu sahur, untuk pembahasan ilmiah adalah pagi hari, untuk menulis adalah siang hari dan menelaah serta muraja'ah (mengulang pelajaran) adalah malam hari."

Sumber: Tadzkiratus Saami ' wal Mutakallim hal 72 - Channel https://t.me/KajianIslamTemanggung

          Kebanyakan kajian Islam, pada umumnya diadakan saban hari setelah shalat Magrib berjama'ah di masjid sampai waktu shalat Isya atau kajian pekanan di hari libur hari Sabtu atau Ahad. Baiklah, kita ambil waktu umumnya saja, yaitu yang harian setelah Magrib.

          Maka untuk latihan kecil kedua ini, kita ambil waktu malam, dalam rangka muraja'ah, menela'ah, dan mengulang pelajaran, sesuai panduan Salafush Shalih.
           
          Kemudian kita lakukan:
           

Langkah 1 

✓ Setelah kegiatan harian pada sore hari sebelum shalat Magrib atau kapanpun, Tuliskan kalimat, "Bismillah, setelah pulang dari shalat Isya, menulis kalimat faedah kajian." di secarik kertas.

Tempelkan kertas tersebut, di dekat meja kerja atau di tempat biasa kita nyaman untuk mengetik di hp atau di tempat manapun yang mudah dan sering kita lihat. Misalkan di lintasan kita di dalam rumah, ketika nanti, kita baru pulang dari shalat Isya.
           

Langkah 2 

✓ Setelah pulang dari masjid, untuk kajian setelah Magrib dan setelah shalat Isya berjamaah dan setelah makan malam, bisikkan kata, "Bismillah," lalu dengarkan kajian yang telah kita rekam, atau kajian dari channel Telegram yang telah kita unduh. Dengarkan dengan cermat dan perhatian penuh. Seberapa lama? Sesuka dan sesenang kita saja. Atau, bisa juga membaca kitab, buku Ahlus Sunnah, bahkan menterjemahkan jika mampu.
           

Langkah 3

Setelah mendengar rekaman kajian, raihlah hp, buka aplikasi Keep Notes. Jika belum ada pasang aplikasi tersebut di hp.
           

Langkah 4

Tulislah 1 sampai 5 kalimat faedah kajian saja dari rekaman kajian yang telah kita dengarkan. Save. Jika perlu copas ke Grup Salafy Asyik Belajar dan Menulis.
           

Langkah 5

Cerahkan wajah kita, jika mampu tersenyum, merasa senang dan gembiralah, karena kita telah membuat suatu kebiasaan baru belajar dan menulis, dan tentu kebaikan membuat kalbu tenang dan tentram, berbahagialah. Hendaknya kita bersyukur, ucapkanlah, "Alhamdulillah."

Catatan: Dalam hari-hari ke depan, kita bisa menulis kalimat faedah diniyah lebih dari lima kalimat, jika kita mau. Anggaplah apapun yang lebih dari satu sebagai poin tambahan. Ternyata kita telah berusaha lebih sungguh-sungguh.

***

Desain Kebiasaan Belajar Ilmu Syar'i dengan Menuliskannya


WhatsApp Salafy Asyik Belajar dan Menulis

Posting Komentar untuk "#17 Mengapa Memulai dari Kecil?"


Tanya - Jawab Islam
Bertanyalah kepada
Orang Berilmu

Menulis Cerita

Kisah Nyata
rasa Novel


Bahasa Arab
Ilmu Nahwu
Tata Bahasa
Bahasa Arab
Ilmu Sharaf
Perubahan Kata
Menulis Cerita Lanjutan
Kelindan
Kisah-kisah Nyata


Bahasa Indonesia
Belajar
Kalimat

Bahasa Indonesia
Belajar
Menulis Artikel


Bahasa Indonesia
Belajar
Kata

Bahasa Indonesia
Belajar
Gaya Bahasa

Disalin oleh belajar.icu
Blog Seputar Mendesain Kebiasaan Belajar Ilmu Syar'i dan Menuliskannya, mudah, sedikit demi sedikit, dan saban hari.