Widget HTML #1

#33 Mengurai Kebiasaan (dianggap) Buruk, dan langsung melindasnya dengan Kebiasaan (dianggap) Baik

Contoh suatu Kebiasaan (dianggap) Buruk, dan bagaimana menguraikannya

          Untuk hal ini, kita akan mencoba menceritakan kembali kisah sang Aku menghancurkan kebiasaan konsumsi nasi putih yang dianggap kebiasaan buruk baginya karena organ tubuh pankreas yang rusak.

          "Karena aku butuh kekuatan dalam program membangun rumah, yakni membeli material bangunan, mengawasi tukang dan mengarahkannya setiap hari, maka aku butuh makan yang banyak, nasi menggunung beserta sayur dan lauk-pauknya," begitu pikirannya waktu itu, "toh ini telah disediakan tanpa diminta oleh bagian dapur pondok pesantren tempat aku menumpang tinggal."
          
          Ketika sang Aku menceritakan kisah 8 tahun yang lalu, sekarang, ia hampir tidak percaya. Bagaimana mungkin ia membutuhkan waktu begitu lama untuk menyadari apa sebenarnya yang terjadi? Semua itu merupakan bagian yang krusial dari hari-harinya ketika itu yang mengakibatkan masalah besar bagi kesehatannya.
          
          Ketika sang Aku memikirkannya lebih lanjut, ia terperanjat terhadap ketidakpercayaannya terhadap kebiasaan konsumsi nasi putih yang menggunung itu. Waktu itu, ia sedang fokus pada hal-hal pembangunan rumahnya, dan ia sangat disiplin pada pekerjaan tersebut. 
          
          Namun, ketika mudik Lebaran ke kampung halaman istri, terjadilah apa yang terjadi. Waktu itu pulang dari shalat Jum'at di masjid alun-alun kota, terasa lemas sekali. Sampai-sampai untuk jalan pulang ke rumah mertua, yang jaraknya 10 menit berjalan kaki, musti beristirahat dahulu di kursi taman tepi alun-alun kota.
          
          "Wah, rapot Mas merah ini nilainya," komentar adik ipar yang dokter penyakit dalam, ketika membuka hasil laboratorium pemeriksaan kadar gula dalam darahnya. Mentok di angka 600.
          
          Akhirnya, gula mulai merintangi kehidupannya, pada hal-hal yang tak dapat dianggap remeh. Bagian gizi Rumah Sakit memerintahkan untuk menimbang nasi yang akan dikonsumsi. Semua-semua serba dibatasi. Padahal pembangunan rumahnya di Kedu belum selesai. Terkadang, menahan lapar di keseharian, yang itu ia belum terbiasa.
          
          Tetapi, sang Aku tak menyerah begitu saja. Dia mengadakan percobaan, makanan apa saja yang sangat signifikan membuat gula darah melonjak. Ya! Akhirnya didapat kesimpulan: nasi putih. Nasi putih sekepal atau setengah piring saja membuat gula darah melompat sampai angka 300.
          
          Ini dia!
          
          Inilah perilaku buruk yang paling penting yang harus dihindari, bahkan dihilangkan. Kehidupannya mesti didesain ulang. Dan, ternyata tak semudah itu, tidak mudah menghilangkan kebiasaan konsumsi nasi putih, yang kata orang negeri kita, "Kalau belum makan nasi putih, kayak belum makan!"

          Perilaku-perilaku yang memicu naiknya gula darah itu banyak, bagaikan benang kusut. Sehingga butuh diurai satu persatu lebih dahulu. Akibatnya "bundelan" kusut tersebut akan terbongkar. Dan, cepat atau lambat akan diketahui apa perilaku yang paling dianggap buruk, untuk disingkirkan.
          
          Tidak mudah menumbuhkan motivasi untuk menghilangkan kebiasaan adat orang kita tersebut.
          
          Jadi, Sang Aku mulai berpikir; 
  • bukan meredam hasrat kepada nasi putih, 
  • tetapi bagaimana mempersulit kebiasaan tersebut, 
  • dan mengganti dengan kebiasaan baru lain, mengganti konsumsi selain nasi putih. 
  • Karena membatasi dengan menimbang nasi putih, ini sama saja bergantung pada tekad dan motivasi. 
  • Sedangkan Motivasinya masih tergolong berubah-ubah, naik turun, tidak jelas, dan tak dapat diandalkan.
          Jadi itulah yang ia lakukan.
          
          Sang Aku menggantinya dengan kentang, ternyata harga kentang berkali lipat dibanding beras. Terkadang ia membeli nasi jagung di pasar Kedu. Dan, akhirnya ia menemukan beras merah yang rendah gula, berlanjut kepada beras hitam "pecah kulit" (digiling hanya sekali gilingan).
          
          Kini, setelah berlangsung 7 tahunan, ternyata Sang Aku mampu tidak makan nasi putih, merah bahkan hitam. Bahkan, jika konsumsi nasi, lambung terasa penuh, terlalu kenyang. Perutnya telah terbiasa makan hanya sayur dan lauk, sehingga "mengkerut" dan mengecil kapasitasnya. 

          Itulah kekuatan kebiasaan. 
  • Momen-momen tersebut terasa seperti kemenangan-kemenangan baginya. 
  • Keberhasilan-keberhasilan kecil. 
  • Walaupun terkadang tidak sempurna, sesekali gula darah bandel, itu adalah tantangan untuk dipelajari dan diretas. 
  • Yang penting ia tetap di jalur tersebut.
          Sang Aku merasa penting bersikap fleksibel dan mengulang-ulang, dan ia selalu bereksperimen dengan kebiasaan makanan-makanan baru yang rendah bahkan mengendalikan kadar gula di dalam darah, seperti alpukat, kolang-kaling, emping, kacang tanah, dan sebagainya. Dia menciptakan trik-trik untuk mengatasi momen-momen rapuh. Dan melalui uji coba, menemukan apa yang efektif buatnya.
          
          Dahulu gula dan nasi putih, begitu menjeratnya, sekarang tidak. Kini, ia bisa memilih apa yang akan dikonsumsi di atas kendalinya sendiri.
          
          Saat ini, Sang Aku telah mengalahkan dua putih. Nasi putih dan gula.
          
          Dari sini, kita telah tahu bagaimana menguraikan kebiasaan yang (dianggap) buruk dan menyingkirkannya. Ya tentu saja tetap memakai asas Model Perilaku, bahwa Perilaku terjadi ketika bersatunya variabel Motivasi, Kemampuan dan Pemicunya. 
          
          Di postingan-postingan sebelumnya kita berfokus kepada bagaimana caranya agar semuanya mudah untuk kebiasaan, termasuk kebiasaan belajar dengan menulis. Kini, adalah kebalikannya, 
  • yakni bagaimana membuat kebiasaan buruk lebih sulit untuk dilakukan 
  • dengan menurunkan Kemampuannya.
  • Lalu, poin yang paling penting di sini adalah: bukan saja menyingkirkan kebiasaan yang (dianggap) buruk, tetapi langsung menggantikannya dengan kebiasaan yang (dianggap) baik - obat penyakit adalah lawannya - , 
  • sehingga kebiasaan buruk tersebut langsung tertindas atau terlindas dengan kebiasaan baik, 
  • akibatnya tidak memberi kesempatan sama sekali kebiasaan buruk tersebut muncul kembali sama sekali. 
  • Karena setiap tindakan atau perbuatan itu paralel dengan berjalannya waktu, dan waktu-waktu yang biasa terisi dengan kebiasaan-kebiasaan buruk atau sia-sia telah terisi penuh dengan kebiasaaan-kebiasaan baik, tanpa jeda. Alhamdulillah.
          Nah, pada bab berikutnya, kita akan menguraikan bagaimana memandang kebiasaan buruk, dan ini bagian permasalahan penting sebelum melompat dalam desain perubahan perilaku kebiasaan buruk. Dan, apa hubungannya dengan kebiasaan belajar dengan menulis.

***

Desain Kebiasaan Belajar Ilmu Syar'i dengan Menuliskannya


WhatsApp Salafy Asyik Belajar dan Menulis

Posting Komentar untuk "#33 Mengurai Kebiasaan (dianggap) Buruk, dan langsung melindasnya dengan Kebiasaan (dianggap) Baik"


Tanya - Jawab Islam
Bertanyalah kepada
Orang Berilmu

Menulis Cerita

Kisah Nyata
rasa Novel


Bahasa Arab
Ilmu Nahwu
Tata Bahasa
Bahasa Arab
Ilmu Sharaf
Perubahan Kata
Menulis Cerita Lanjutan
Kelindan
Kisah-kisah Nyata


Bahasa Indonesia
Belajar
Kalimat

Bahasa Indonesia
Belajar
Menulis Artikel


Bahasa Indonesia
Belajar
Kata

Bahasa Indonesia
Belajar
Gaya Bahasa

Disalin oleh belajar.icu
Blog Seputar Mendesain Kebiasaan Belajar Ilmu Syar'i dan Menuliskannya, mudah, sedikit demi sedikit, dan saban hari.