Widget HTML #1

Pemecahan Masalah Perilaku dengan Tiga Variabel - pada Kalbu yang tidak Kokoh: Contoh Kasus 1

          Sekedar mengingatkan, kita masih senantiasa tetap membahas dalam ranah jenis Kalbu yang tidak Kokoh;  

Hati yang cenderung mengajak kepada keburukan, lalu ada perlawanan ajakan kepada kebaikan.

          Jika kita ingin bisa dengan sangat efektif mengubah perilaku kita sendiri atau orang lain, kuncinya adalah; 
  • menguasai hubungan 3 Variabel pada perilaku kebiasaan. 
  • Kita akan sanggup membaca perilaku kita sendiri, bahkan orang lain. 
  • Ini adalah suatu keterampilan yang sangat berguna bagi perubahan hidup untuk lebih baik.
          Kita akan mampu, 
  • memupuk kebiasaan baik 
  • dan menghentikan kebiasaan buruk 
  • atau menghentikan kebiasaan yang kita tidak inginkan.
          Karena kebaikan itu musti dibiasakan lebih dahulu, agar menjadi sifat, karakter atau watak pada diri kita atau orang lain.

          Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Biasakanlah berbuat baik, karena kebaikan akan terbentuk dengan kebiasaan. 

Diriwayatkan ibnu Abi Syaibah (35713) sanadnya shahih.

          Selain itu, ini hal pentingnya:

Kita akan memiliki toleransi yang besar (mudaraat) terhadap perilaku orang lain yang kurang ideal atau memberatkan (tsuqala) kita, tentu tanpa mengorbankan prinsip-prinsip Islam (mudahanah).

          Kita sering kali ingin melakukan sebuah perilaku, atau ingin orang lain melakukannya, dan kurang berhasil atau bahkan tidak berhasil sama sekali. Dengan Desain Perilaku, kita mempunyai satu set langkah spesifik untuk pemecahan masalah tersebut.

          Misalkan, 

          Kita atau orang lain ingin agar bersegera datang ke masjid untuk shalat berjamaah di awal waktu, sehingga mendapatkan tempat di shaf pertama atau terdepan. 

          Karena, hal tersebut merupakan keutamaan di dalam Islam. Dimana, menunjukkan kebaikan bersegera pada panggilan adzan, dengan segera meninggalkan segala kegiatan, mengutamakan ibadah kepada Allah. Itu merupakan sebagai interpretasi kita terhadap tujuan Allah menciptakan kita.

          Namun, kita atau orang lain selalu tiba lebih lambat, sementara shaf terdepan masjid telah penuh. Terkadang, kita kesal pada diri sendiri atas kelambatan diri kita. Kekesalan kita terhadap diri kita itu, merupakan usaha untuk mendorong Motivasi kita agar perilaku bersegera ke masjid terjadi. Saat pemecahan masalah, kita jangan atau tidak memulai dari Motivasi. Karena Motivasi masih dalam taraf berubah-ubah pada Kalbu yang belum kokoh.

          Untuk itu, dengan adanya 3 variabel perilaku, kita akan mencoba beberapa langkah berikut ini dengan berurutan. Jika tak mendapatkan hasil pada urutan yang kita lakukan, coba langkah urutan berikutnya.

 Langkah 1: Periksalah apakah ada Pemicu untuk melakukan perilaku tersebut.

Langkah 2: Lihatlah apakah kita memiliki Kemampuan untuk melaksanakan perilaku itu.

 Langkah 3: Perhatikan apakah kita atau orang lain ter-Motivasi untuk mengeksekusi perilaku tersebut.

          Jadi, mulailah dengan Pemicu. Apakah kita atau orang lain  terpicu melakukan perilaku itu? Bersegera ke masjid. Kita bisa bertanya kepada diri kita sendiri, 

          "Apakah kita punya pengingat untuk datang bersegera di awal waktu ke masjid?"

          Sebetulnya jawabannya, "Kita mempunyai pengingat, yaitu adzan yang dikumandangkan itu sendiri." 

          Tetapi mungkin bisa kita perkuat dengan mendesain lingkungan kita, berupa Pemicu Konteks dengan cara menulis di secarik kertas, 

✓ "Bismillah, aku langsung wudhu, begitu terdengar adzan, shalat sunnah, dan datang ke masjid, insya Allah." 

          Atau bisa juga ide kalimat lebih lengkap dan spesifik,

✓ "Bismillah, aku langsung berhenti dari kegiatan, begitu terdengar adzan, wudhu, shalat sunnah, dan datang ke masjid, insya Allah."

          Kemudian, kertas tersebut kita tempel di tempat yang mudah terlihat oleh pandangan kita dimana kita sering berkegiatan atau bekerja. Jadi, tanpa rasa kesal pada diri kita ketika kita berlambat-lambat, cukup mendesain Pemicu yang tepat.

          Jika, langkah 1 tak berhasil, kita bisa melanjutkan mencoba pada langkah berikutnya, yaitu variabel Kemampuan.

          "Apakah kita memiliki Kemampuan untuk melakukan perilaku itu?"

          Mungkin, kita mengetahui bahwa pekerjaan yang kita lakukan membuat kita hanyut, atau membuat pikiran kita sedang aktif-aktifnya, pikiran sedang panas. Sehingga, begitu terdengar adzan kita masih terlalu larut, kita tak mampu menghentikan pekerjaan. 

          Untuk itu menjelang waktu-waktu shalat, hendaknya kita mulai cooling down, mulai meredakan pekerjaan atau kegiatan kita. Bebaskan pikiran atau aktivitas fisik kita dari pekerjaan kita. 

          Misalkan untuk shalat Zhuhur, sebelum waktu Zhuhur yaitu tergelincirnya matahari ada kegiatan yang dianjurkan sebelum atau sesudah waktu Zhuhur, yaitu istirahat atau tidur beberapa saat. Dengan begitu pula, badan kita akan segar ketika melaksanakan shalat Zhuhur berjamaah. Kita tidak shalat dalam keadaan letih dari pekerjaan kita. Sehingga mempengaruhi kekhusyuan dalam shalat. Dan, kegiatan istirahat di waktu sebelum waktu Zhuhur sangat tepat di tengah kegiatan pekerjaan kita, sebagai persiapan kefokusan kalbu sebelum shalat.

          Namun, jangan lupa memasang alarm untuk membangunkan kita dari istirahat sebelum adzan Zhuhur, sehingga kita mampu bangun tepat waktu untuk persiapan ibadah shalat Zhuhur. Jika tidak, bisa-bisa istirahat bablas sampai terlewat waktu adzan Zhuhur.

          Kiaskan trik tersebut untuk waktu-waktu shalat yang lain seperti Subuh, Ashar, Magrib dan Isya. Tak harus selalu istirahat sebelum waktu adzan shalat, intinya menghentikan kegiatan kita menjelang saat adzan.

          Dengan begitu, kita mampu menemukan jawabannya, bahwa ini masalah Kemampuan yang sulit, dikarenakan pekerjaan atau kegiatan sehari-hari, bukan masalah Motivasi, karena kitapun telah merasa atau mengetahui bahwa Motivasi kita masih pada jenis Berubah-ubah.

          Misalkan, kita telah memiliki;
 
Pemicu, berupa adzan itu sendiri, dan secarik kertas dengan kalimat pengingat yang ditempel, dan 

Kemampuan, dengan menghentikan pekerjaan yang akan memudahkan perilaku bersegera ke masjid.

          Dua Variabel di atas, yakni; Pemicu dan Kemampuan adalah penyelesaian dari jalur luar, berupa trik manipulasi hal yang ada di luar fisik tubuh kita, atau amalan lahiriah, dan konteks-konteks lingkungan. Yang jika kita ulang-ulang akan menjadi kebiasaan otomatis begitu saja, tanpa beban pikiran lagi. Itu semua, diharapkan akan membantu menaikkan Motivasi yang Berubah-ubah menuju Motivasi yang Kokoh.

✓ Masih tersisa, masalah Motivasi Berubah-ubah, sanggup kita naikkan pula Motivasi tersebut dari jalur dalam, yakni memberi nutrisi iman dan keyakinan pada Kalbu yang masih goncang tersebut. Yaitu dengan cara; 
  • mengilmui secara syar'i apa hukum shalat berjamaah di masjid bagi seorang pria muslim,  
  • dan keutamaan-keutamaannya berdasarkan ittiba' (mengikuti) Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. 
  • Kita bisa banyak membaca ulang keutamaan berada di shaf pertama shalat berjamaah di masjid,  
  • atau keutamaan berdoa yang maqbul di antara adzan dan iqamat,  
  • atau keutamaan menunggu iqamat, dan sebagainya.  
  • walaupun kita telah pernah mendengar atau membacanya, mengulang-ulang mengetahui hal tersebut penting untuk meningkatkan keimanan,  
  • dan merekamnya di pikiran bawah sadar kita.  
  • Keutamaan-keutamaan itu tak akan didapat ketika kita berlambat-lambat datang ke masjid.
          Coba, kita perhatikan, mengutak-atik Motivasi adalah langkah terakhir dalam urutan pemecahan masalah, yakni perbaikan Motivasi dari yang Berubah-ubah menjadi Kokoh. 

          Masalah yang sering terjadi di antara kita, kebanyakan kita beranggapan agar suatu perilaku mampu diperbaiki menjadi perilaku yang konsisten, perlu berfokus pada Motivasi dahulu. Padahal, ada beberapa masalah mengapa masalah Motivasi di akhirkan, yaitu:

Motivasi agar kita mengamalkan ilmu telah kita ketahui, 
  • biasanya telah kita dapat ketika kita pertama kali belajar dan mendapatkan materi keutamaan-keutamaan mengamalkan ilmu, misalkan tentang ibadah shalat tersebut.  
  • Sehingga, sejatinya kita telah memiliki Motivasi tersebut.  
  • Hanya saja karena Motivasi tersebut berada pada Kalbu yang tidak Kokoh, Motivasi terkadang labil, naik-turun,  
  • sehingga pemecahan perbaikan masalah didahulukan pada variabel yang lain lebih dahulu,  yaitu variabel Pemicu, lalu Kemampuan.
✓ Jika pemecahan permasalahan tersebut pada orang lain
  • sulit kita mengetahui Motivasi orang tersebut.   
  • Karena letak Motivasi ada di dalam kalbunya yang kita tak akan bisa mengetahuinya.  
  • Kita hanya bisa melihat gelagat perbuatan zhahirnya  
  • dan mengusahakan sebab-sebabnya dengan memberi semangat,  
  • atau menghasung orang tersebut untuk memurojaah keutamaan-keutamaan bersegera untuk ibadah shalat. 
          Hasilnya? Hanya Allah lah yang memberi taufiq dan hidayah-Nya.

***

Desain Kebiasaan Belajar Ilmu Syar'i dengan Menuliskannya


WhatsApp Salafy Asyik Belajar dan Menulis

Posting Komentar untuk "Pemecahan Masalah Perilaku dengan Tiga Variabel - pada Kalbu yang tidak Kokoh: Contoh Kasus 1"


Tanya - Jawab Islam
Bertanyalah kepada
Orang Berilmu

Menulis Cerita

Kisah Nyata
rasa Novel


Bahasa Arab
Ilmu Nahwu
Tata Bahasa
Bahasa Arab
Ilmu Sharaf
Perubahan Kata
Menulis Cerita Lanjutan
Kelindan
Kisah-kisah Nyata


Bahasa Indonesia
Belajar
Kalimat

Bahasa Indonesia
Belajar
Menulis Artikel


Bahasa Indonesia
Belajar
Kata

Bahasa Indonesia
Belajar
Gaya Bahasa

Disalin oleh belajar.icu
Blog Seputar Mendesain Kebiasaan Belajar Ilmu Syar'i dan Menuliskannya, mudah, sedikit demi sedikit, dan saban hari.