Widget HTML #1

#21 Pemicu, Sang Pasukan Senyap

          Kita tersulut dengan ratusan Pemicu saban hari, tetapi sebagian besar itu nyaris terlepas dari perhatian kita, tanpa sadar. Karena, setelah tersulut kita bertindak, dan tindakan akibat Pemicu itu lebih terkesan pada diri kita.

✓  Lampu lalu lintas, berubah menjadi kuning. Ada yang menginjak pedal gas, ada yang mengerem. 

✓  Ada yang menawari sampel produk, kita langsung bertindak mencobanya. 

✓  Ada notifikasi angka merah pada aplikasi gawai kita, kita langsung ketuk. 

✓  Ada tetesan air hujan menerpa kita, dan kita pun membuka payung. 

          Itu semua tanpa sengaja. Namun ada pemicu yang memang sengaja didesain. Seperti; 

✓  Alarm hp, kitapun bangun dari tidur. 

✓ Bunyi peluit pada cerek saat mendidihkan air yang direbus, kita pun mengangkatnya.
          
          Apakah itu alami, atau didesain, suatu Pemicu jika bisa berkata, ia akan menghardik, "Lakukan perilaku ini sekarang!"
          
          Poin pentingnya: Tak ada perilaku yang terjadi tanpa Pemicu.

  • Orang-orang mampu merespon Pemicu, saat ter-Motivasi dan Mampu. 
  • Maka, ketika Motivasi dan Kemampuan di area terjadinya Tindakan, pada waktu itulah saat yang tepat menarik pelatuk Pemicu.
          Mengapa banyak di antara kita tak mampu menahan diri untuk tidak mengetuk angka kecil merah notifikasi pada ikon aplikasi medsos? Fitur itu memang sengaja didesain sebagai Pemicu agar kita bertindak. Dan, para desainer aplikasi telah mengetahui kecenderungan ini.
          
          Begitu pula, jika ada kalimat, "Klik di sini untuk memenangkan hadiah!" Para pengiklan di internet mengetahui kalau kombinasi Motivasi dan Pemicu menghasilkan tindakan.
          
          Jadi, kebalikannya;

Jika tak ada Pemicu, tak akan ada perilaku meskipun Motivasi kita tinggi dan Kemampuan kita pada area mudah.
          
          Kehidupan ini, dipenuhi begitu banyak Pemicu yang:

✓ tidak kita inginkan, dan
✓ banyak yang memang kita inginkan.
          
          Namun, sebagian besar kita terproses dengan 

✓ mode autopilot di bawah pengaruh Pemicu Tak Terlihat, Sang Pasukan Senyap.
✓ sementara dengan susah payah kita mengingatkan diri kita untuk melakukan hal-hal yang sering kita lupakan.
          
          Terkadang, meja kerja atau papan styroform kita penuh dengan kertas Post-It atau To Do List, atau banyaknya notifikasi atau alarm, tetapi kita tetap tidak melakukan hal-hal tersebut.
          
          Maka, saatnya kita mendesain Pemicu agar masuk dan keluar dalam kehidupan kita. Kita telah mencocokkan diri kita dengan perilaku tepat sehingga mudah melakukannya, dan langkah berikutnya adalah:

Mendesain Pemicu yang bagus untuk perilaku tersebut, termasuk perilaku Belajar dengan Menulis. 
          
          Jangan biarkan Pemicu-pemicu terjadi secara kebetulan.
          
          Motivasi dan Kemampuan, adalah 2 variabel yang selalu menjaga keseimbangannya agar terjadi tindakan, artinya bisa tarik ke sana-sini. Namun, Pemicu tidak. Karena, ia terkadang tak terlihat, sehingga kadang terperhatikan kadang tidak. Sehingga, 
          
jika Pemicu terjadi pada saat yang salah, maka perilaku tidak terjadi. Sehingga ketepatan merupakan hal sangat menentukan bagi variabel Pemicu.
          
          Kita akan coba melihat, jenis Pemicu apa saja yang ada dalam kehidupan kita dan bagaimana cara kerjanya. Begitu kita memahami hal ini, kita - insya Allah - mampu berhenti membiarkan diri kita dari terombang-ambing arus Pemicu secara kebetulan. Dan, kita bisa mendesain Pemicu dalam hidup kita secara sengaja.
          
          Ada tiga tipe Pemicu, seperti halnya faktor Kemampuan:

Pemicu Orang, bisa dari dalam diri kita atau dari orang lain.
Pemicu Konteks, dari luar orang, yakni di luar diri kita.
Pemicu Tindakan, dari kebiasaan rutin yang telah ada.
          
          Baik, kita akan preteli satu-persatu.
          

Pemicu dari orang

          Adalah, pemicu yang bergantung pada sesuatu dalam diri kita untuk melakukan perilaku. Dan, ini yang paling alami yang kita miliki. 
Tubuh kita mengingatkan kita untuk melakukan tindakan seperti makan dan minum. Ingin buang air kecil, perut keroncongan, itulah pemicu tubuh pada diri kita.
          
          Pemicu dari orang, bukan solusi yang bagus untuk diandalkan, karena ingatan kita terbatas.
          
          Suatu saat, aku dapat pesan melalui WhatsApp, teman lama yang dulu kami pernah tinggal satu komunitas di daerah Muntilan. Dan, waktu itu aku telah pindah tempat tinggal di daerah Kroya, oleh karena suatu tugas pekerjaan. Selisih waktu antara tinggal di Muntilan dengan Kroya kisaran 5 tahun.

          Setelah berbincang-bincang lama dengan teman tersebut, serta merta ia mengirim pesan yang berbunyi, "Akh, antum khan pernah hutang dengan saya, lupa ya?"

          "Hah!" hutang? Akupun terkesiap. Kok aku bisa sampai lupa, padahal jika aku berhutang selalu aku catat. Namun, selama itu aku tak pernah berhutang kepada siapapun.

          "Berapa akh?" langsung aku bertanya, supaya segera urusannya selesai. Siapa tahu aku bisa langsung bayar.

          "Gak seberapa sih ...," jawab temanku, kemudian ia menyebutkan nilainya.

          "Ya sudah aku bayar sekarang akh ...," responku cepat.

          "Ndak usah akh, cuma segitu. Waktu itu mungkin antum gak punya uang kecil untuk suatu keperluan, lalu pinjam saya," sambung temanku.
          
          Itulah, ingatan manusia alias orang memang kurang bisa diandalkan. Dan, itu pula contoh mengapa kita mesti mewaspadai Pemicu dari orang, dan menghindari menggunakan Pemicu dari orang dalam mendesain perilaku. Padahal kejadian di atas adalah berupa tindakan satu kali, lebih-lebih untuk perilaku yang berusaha kita inginkan menjadi kebiasaan yang konsisten.
          
          Mengandalkan diri sendiri untuk ingat melakukan suatu perilaku baru, seperti belajar dengan menulis setiap hari, kemungkinan tidak akan membawa perubahan berarti. Apalagi membantu orang lain untuk menumbuhkan kebiasaan, pun sebaliknya mengandalkan orang lain untuk mengingatkan kita.
          
         Bagaimana dengan Pemicu dari konteks? Saatnya lanjut bagian tulisan ini, untuk berikutnya.
          

Pemicu dari konteks

         Pemicu ini, adalah apapun di sekitar lingkungan kita  yang memberi isyarat pada kita untuk mengambil tindakan. Seperti: 

kertas stiker tempel, notifikasi dari aplikasi, dering telpon, alarm, dan sebagainya.
         
         Membuat Pemicu jenis ini, mungkin hanya butuh waktu 20 detik. 

         Namun, jika kita membuat tulisan, "Pergi ke rumah Fulan, untuk memenuhi undangan ngopi nanti malam" di daftar kegiatan kita, mungkin desain Pemicu kita gagal, ketika kita tenggelam dalam lembur proyek yang sedang kita tangani.
         
         Boleh jadi, kita memiliki perilaku yang kita lakukan hanya satu kali dalam sepekan, seperti: 

          Menyiram tanaman-tanaman dalam pot di teras rumah kita, membayar iuran mingguan, dan sebagainya. Kita bisa memasang alarm di ponsel kita, misal pada jam 10 pagi, hari Sabtu alarm menyiram tanaman akan berbunyi. 

         Namun, terkadang pada jam itu hari Sabtu ada tamu dari luar kota, hari Sabtu berdekatan dengan hari Ahad, banyak yang melakukan perjalanan luar kota. Akhirnya Kemampuan kita untuk melakukan tugas itu nol pothol.

         Terkadang malahan, ketika kita merasa hari Sabtu, kurang bisa diandalkan, akhirnya kita melakukannya di hari lain, atau alarm berbunyi hari Sabtu ketika tugas tersebut telah kita kerjakan untuk pekan terkait. Jadi Pemicu tersebut membuang-buang kesempatan kita yang tepat.
         
         Maka, untuk desain Pemicu dari konteks, kita butuh keterampilan tambahan lain agar efektif.
         
         Bagaimana caranya?
         
  • Kita bisa menuliskan masing-masing tugas pekanan, di sebuah kertas tempel stiker semacam Post-It. 
  • Kemudian kita bisa menempelkannya di suatu lembaran styroform dengan judul besar-besar di bagian atas, "TUGAS-TUGAS PEKANAN"
  • Lalu kita gantungkan di dalam rumah, di tempat sering kita melintas sehingga kita mudah melihatnya
  • Kemudian, ketika kita sedang atau telah selesai melaksanakan satu tugas, maka stiker tugas yang telah dilakukan tersebut kita ambil, lalu kita meletakkannya di balik styroform itu atau di tempat yang tak terlihat lagi oleh kita.
          Sehingga, setelah itu kita hanya melihat stiker-stiker tugas yang belum kita selesaikan. Jadi, pada akhir pekan saat kita menyelesaikan tugas terakhir, kita akan melepas stiker terakhir "dengan penuh kemenangan!". Dan, menyiapkan kembali stiker-stiker untuk tugas-tugas pekan berikutnya, dan menempelkannya pada papan styroform tersebut.
         
          Jadi untuk Pemicu dari konteks, kita memang perlu sedikit kreativitas.
         
          Hanya saja Pemicu dari konteks ini, cocok untuk perilaku sekali, seperti contoh di atas, membuat janji dengan Fulan, ngopi bersama malam ini di rumahnya. Sehingga ini bukan cara Pemicu yang bagus untuk perilaku kebiasaan rutin, seperti setiap hari belajar dengan menulis.
         
          Pemicu dari konteks, bisa efektif tetapi kadang-kadang. Jika terlalu banyak stiker misalnya, bisa menimbulkan efek kebalikannya, bisa membuat stres
  • Kita bisa menjadi kebal, tidak mengindahkan Pemicu tersebut. 
  • Akhirnya kita cuek terhadap dentingan notifikasi, 
  • atau tak mau melihat stiker yang begitu berserakan.
Barang siapa kerap kali bersentuhan dengan sesuatu, maka hilang rasa pada sesuatu tersebut. (faedah dari Ustadz Usamah Mahri pada kajiannya Raudhatul Uqala).
         
         Seperti halnya iklan, dimana-mana ada iklan, lihat depan iklan, lihat belakang iklan, kanan-kiri iklan. Belum lagi iklan berbentuk suara.  Apalagi di dunia maya, tidak mengenal tempat dan waktu, hp kita siap menayangkan berbagai iklan. Akhirnya kita tak tersentuh sama sekali dengan iklan-iklan yang begitu bisingnya. Malahan, jika kita ingin membeli produk atau menggunakan suatu jasa, kita tidak lihat iklan tetapi bertanya kepada teman. Teman lebih kita percaya.
         
         Maka, banjirnya Pemicu dari konteks itu melelahkan mental.
         
         Mungkin kita bisa inovasi sedikit. Beberapa bab yang lalu, kita telah coba membuat jadwal belajar dengan menulis selama sepekan. Jika kita lihat, jadwal berupa lembaran-lembaran stiker warna-warni. Setiap hari ada 6 momen, betapa ramainya. Itu sama saja dengan serbuan visual dan psikologis

          Nah, bagaimana kreativitas kita, agar bisingnya Pemicu tersebut tidak menimbulkan kepenatan jiwa?

          Caranya: 
  • kita bisa menutupi pemicu-pemicu atau jadwal untuk perilaku-perilaku belajar yang tidak kita lakukan pada hari itu. 
  • Sehingga, ada semacam tirai yang mampu kita pindah-pindah. 
  • Akibatnya, kita akan melihat jadwal belajar kita yang perlu kita laksanakan pada hari itu saja. Jadi kita bisa lebih fokus untuk hari itu. 
  • Ketika sudah menjelang stiker terakhir pada hari itu, bolehlah kita buka untuk jadwal esok hari. Mungkin ada yang butuh dipersiapkan untuk jadwal keesokannya.
         Jika kita membuat Pemicu dari konteks, dan itu tak efektif, itu bukan kesalahan kita, bukan kesalahan tekad atau Motivasi. Karena Motivasi memang masih goncang dan lemah. Jangan menyalahkan diri kita sendiri, bertoleransilah pada diri. Ubahlah Pemicu dari konteks itu, berinovasilah. Temukan Pemicu konteks yang efektif.
         
         Zaman now, banyak Pemicu dari konteks diciptakan orang. Apalagi yang muncul dari teknologi digital. Sulit diatur. Beberapa jam, bahkan dalam hitungan menit saja kita melewatkan tak melihat notifikasi, tiba-tiba sekian ratus angka merah telah tertera di sudut kanan atas ikon aplikasi tersebut. Angka itu seolah-olah menjerit-jerit minta tolong diketuk.
         
         Apakah kita akan menyingkirkan Pemicu tersebut? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Karena terkadang kita ingin membaca komentar teman-teman, apresiasi apa yang mereka berikan kepada kita. Namun, ketika kita lihat komentar-komentar yang kurang manfaat, telah mencuri waktu kita. Akhirnya scroll!!!. Mentok ke bawah, beres.
         
         Begitu pula, hal yang sama terjadi pada aplikasi-aplikasi medsos lainnya, bahkan lebih gencar lagi, bisa sampai ribuan like. Dan kita selalu ingin melihat, telah mencapai berapa jempol.
         
         Kita tak akan pernah bisa memiliki kendali penuh terhadap hal tersebut. Karena lawan kita adalah para desainer hebat aplikasi dan algoritma komputer yang tak terkalahkan. Pemicu dari konteks akan selalu ada.
         
         Namun, untuk mendesain Pemicu perilaku untuk diri sendiri, termasuk perilaku Belajar dengan Menulis ada yang lebih baik, yaitu Pemicu dari Tindakan. Kita akan bahas pada bab berikutnya - Insya Allah.
         

Pemicu dari tindakan

          Pemicu dengan tindakan adalah; 

perilaku yang kita lakukan yang bisa mengingatkan kita untuk melakukan kebiasaan baru yang ingin kita tumbuhkan.
          
          Misal, 

✓ kebiasaan kita menggosok gigi, bisa berfungsi sebagai pemicu kita untuk kebiasaan baru push up dengan hitungan 2x.

✓ kebiasaan kita membuat kopi di meja makan, bisa berfungsi sebagai pemicu kita untuk kebiasaan baru, peregangan tubuh bagian pinggang menggunakan dinding dekat meja makan.

dan sebagainya.

          
          Kita memiliki banyak rutinitas. Dan, masing-masing bisa kita sebagai Pemicu dari tindakan untuk kebiasaan baru. Seperti:

✓ Menurunkan kaki dari tempat tidur di pagi hari.
✓ Merebus air untuk menyeduh kopi.
✓ Memanaskan mesin sepeda motor sebelum berangkat kerja.
✓ Menyiram kloset WC setelah BAK atau BAB.
✓ Mengantar anak dan istri (ternak teri).
✓ Menggantung jaket saat setelah masuk ke rumah.
✓ Meletakkan kepala ke bantal setiap malam.
✓ Shalat-shalat yang lima waktu.
✓ Menuju masjid
✓ Dzikir Pagi, Petang
✓ Wow, bisa lebih banyak lagi sepertinya.
          
          Tindakan tersebut tertanam dalam kehidupan kita dengan begitu lancar dan alami, sehingga kita tak perlu lagi berpikir tentang mereka. Dan, oleh karena itu mereka berfungsi sebagai Pemicu yang sangat bagus. Cerdas dan alami. Kita telah memiliki seluruh ekosistem rutinitas yang berjalan dengan lancar. Kita tinggal memanfaatkannya.
          
          Pemicu dari tindakan, kita beri nama yang keren: Tambatan. Kita pakai istilah Tambatan, karena kita melekatkan kebiasaan baru kita kepada sesuatu yang solid dan terpercaya.
          
          Konsepnya sederhana,

Temukan Tambatan yang tepat dalam rutinitas kita yang sekarang sebagai Pemicu kita. 
          
          Kuncinya adalah pada kata: Setelahnya
          
          Yakni mengurutkan perilaku. Kita hanya perlu memikirkan apa yang terjadi setelah sesuatu. Ini seperti algoritma program komputer. Jika algoritmanya benar, maka perilaku ini, lalu perilaku ini, lalu perilaku ini, dan akhirnya kita mendapatkan hasilnya.
          
          Kita hanya perlu "menyusun kodenya" dengan benar dan menempatkannya pada urutan yang tepat.
          
          Atau, bisa juga diibaratkan satu hari itu semacam tebing buatan untuk panjat tebing. Di tebing tersebut ada batu-batu  buatan yang menonjol yang berfungsi pegangan bagi pemanjat tebing. Misalnya, pemanjat tebing itu kita. Nah, dalam memanjat tebing tersebut kita mesti menggapai batu-batu yang menonjol tersebut sebagai kaitan atau tambatan agar kita bisa naik sampai di puncak tebing.
          
          Jadi tambatan itu adalah; 
  • kebiasaan-kebiasaan rutin kita sehari-hari yang insya Allah telah tetap, terpercaya, dan tidak goyah. 
  • Seperti sholat lima waktu, dzikir pagi petang, mandi, makan pagi, makan siang, ngopi (jika rutin saban hari), 
  • dan kebiasaan-kebiasaan rutin lain, yang itu tergantung sesuai kondisi kegiatan harian kita. 
          Sehingga, kita tinggal mengaitkan kebiasaan baru yang kita inginkan pada Tambatan tersebut. 

          Seperti pemanjat tebing menggapai batu-batu sebagai kaitan untuk naik ke puncak. Batu-batu itu tentu kita yakin mereka kokoh, sehingga kita tak ragu dan mempercayai untuk menggapainya. 

          Begitu pula kebiasaan-kebiasaan rutin kita sehari-hari telah kokoh dan tak goyah, sehingga kita yakin dan percaya kebiasaan baru yang kita tambatkan insya Allah terlaksana.
          
          Coba, bayangkan jika tebing panjat tebing tersebut rata, tanpa batu-batu buatan menonjol, pemanjat tak akan bisa memanjat, jatuh terus

          Begitu pula, jika tak ada tambatan tindakan yang rutin, kitapun sulit untuk menambatkan kebiasaan baru yang kita inginkan. Kebiasaan baru, akan lepas terus, tak akan mampu dilaksanakan. Kalaupun bisa, frekuensinya pun tidak jelas dan tidak konsisten tiap hari.
          
          Jika kita, bisa menyelipkan berbagai kebiasaan baru termasuk kebiasaan belajar dengan menulis dalam berbagai kebiasaan yang sudah ada, maka kebiasaan baru tersebut akan masuk dalam kehidupan kita tanpa susah payah.
          
          Dan, ini bisa diperluas. Bukan hanya kebiasaan Belajar dengan Menulis. Banyak kebiasaan baru yang baik yang bisa kita selipkan, asalkan kita menambatkannya mereka pada kebiasaan yang sudah ada. 
  • Kita bisa menghindari Pemicu dari orang yaitu diri kita sendiri atau orang lain untuk mengingatkan kita. 
  • Dan, kitapun tidak kewalahan menangani banyaknya Pemicu dari konteks. 
  • Kehidupan sehari-hari kitalah yang menjadi Pemicu. 
  • Sangat sederhana. 
          Kita mencobanya:

          Kita pilih kebiasaan rutin yang jelas kita lakukan sebagai Ahlus Sunnah - shalat berjama'ah di masjid - dan kita akan coba menggunakannya sebagai Pemicu untuk melakukan kebiasaan baru, yaitu kebiasaan Belajar dengan Menulis. Kita memutuskan, bahwa;
          
Setelah pulang dari masjid untuk shalat Subuh berjamaah, aku melakukan belajar dengan menulis 5 kalimat faedah kajian Islam.
          
          Ini tidak butuh waktu lama, sampai kebiasaan ini tertanam dengan kuat. Ini seperti memasang kepingan puzzle di tempatnya. Dan, melakukan hal tersebut, segera akan bisa kita lakukan beberapa kali setiap hari. Karena kita shalat berjamaah di masjid 5x dalam sehari. Kita bisa pilih waktu-waktu setelahnya yang mana dapat kita manfaat sesuai kondisi kegiatan kita dalam sehari.
          
          Kita akan menjadi lebih berilmu sedikit demi sedikit, sehingga kondisi tersebut membantu kita untuk meningkatkan tantangannya dan melakukan lebih banyak belajar dengan menulis, pun menulis untuk belajar.
          
          Memanfaatkan Tambatan, adalah pendekatan yang sangat bagus untuk mendesain Pemicu, karena siapapun sanggup melakukannya. Kita tak butuh jam tangan canggih atau aplikasi ter-update untuk memicu berbagai kebiasaan baru. Kita bisa melakukannya sendiri dengan lebih efektif, dan kita akan tahu betapa transformatifnya (bersifat mudah mengubah sesuatu) trik desain sederhana ini.
  • Kekuatan "setelahnya" bukanlah sihir atau guna-guna, 
  • tetapi ini lebih dekat kepada proses kimiawi antara emosi, akal dan fisik
  • Kolaborasi yang keren antara perilaku yang tepat dengan kronologi (runutan waktu) yang benar, 
  • serta merta kebiasaan baru tercipta.

Resep Menyelipkan Perilaku

Bismillah, setelah aku ..., Insya Allah, aku (akan) ..., lalu aku mengucap, "Alhamdulillah."

1. Setelah aku ...: Momen Tambatan
yaitu rutinitas yang telah ada dalam kehidupan kita yang akan mengingatkan kita untuk melakukan Perilaku yang sudah dikecilkan (kebiasaan baru kita).

2. Aku (akan) ...: Perilaku yang sudah dikecilkan
yaitu kebiasaan baru yang kita inginkan, tetapi kita telah menguranginya menjadi sangat kecil, sangat mudah dan menyenangkan.

3. Aku mengucapkan, "Alhamdulillah." 
yaitu bersyukur, memperingati keberhasilan kita dalam melakukan perilaku tersebut dengan bersyukur, sehingga menimbulkan emosi kesegaran, ketenangan dan ketentraman.

          Sejatinya, Islam telah memberi contoh pola seperti ini tanpa kita sadari, dan ini adalah runutan yang sangat indah, seperti:

✓ Setelah wudhu, kita shalat sunnah.
✓ Setelah Shalat fardhu, kita berdzikir dzikir setelah ahalat fardhu.
✓ Setelah keluar dari kamar mandi, berdoa keluar dari kamar mandi.
✓ Setelah keluar dari masjid, kita berdoa keluar dari masjid
✓ Setelah dzikir shalat fardhu, kita shalat ba'diyah shalat fardhu.
✓ Setelah bangun tidur, membaca doa bangun tidur.
✓ Berwajah cerah dan tersenyum ketika (telah atau sedang) bertemu sesama muslim.
dan banyak lagi.
          
          Bahkan, Islam membuat Tambatan dengan konsep: Sebelum, seperti:

✓ Membaca Bismillah, sebelum memulai apapun.
✓ Membaca doa sehari-hari sebelum kegiatan tertentu sesuai Sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
✓ Mengucap salam sebelum bertamu.
Dan, banyak lagi.
          
          Sehingga, setidaknya kita tidak merasa aneh atau asing dengan Pemicu dari tindakan. Desain perilaku yang demikian telah akrab pada diri kita di keseharian kita. Hanya saja, kita tidak menyadarinya, saking dekatnya seperti urat leher kita dengan diri kita, tak terlihat.
          
          Pada titik ini, dalam proses desain perilaku menuju kebiasaan Belajar dengan Menulis, kita telah mengidentifikasikan setidaknya satu kebiasaan baru yang kita inginkan dalam kehidupan kita. Kita sudah,

Mencocokkan kebiasaan tersebut dengan diri kita sendiri.
Memperkecil perilaku kebiasaan tersebut agar mudah dilakukan. Dan, kita
✓ Dan, kita telah menambahkan suatu Pemicu.
          
          Setelah ini, kita akan membahas Pemicu dari Tindakan, atau Tambatan lebih rinci, dan bagaimana ia bisa masuk terselipkan secara alami dalam kehidupan kita.

***

Desain Kebiasaan Belajar Ilmu Syar'i dengan Menuliskannya


WhatsApp Salafy Asyik Belajar dan Menulis

Posting Komentar untuk "#21 Pemicu, Sang Pasukan Senyap"


Tanya - Jawab Islam
Bertanyalah kepada
Orang Berilmu

Menulis Cerita

Kisah Nyata
rasa Novel


Bahasa Arab
Ilmu Nahwu
Tata Bahasa
Bahasa Arab
Ilmu Sharaf
Perubahan Kata
Menulis Cerita Lanjutan
Kelindan
Kisah-kisah Nyata


Bahasa Indonesia
Belajar
Kalimat

Bahasa Indonesia
Belajar
Menulis Artikel


Bahasa Indonesia
Belajar
Kata

Bahasa Indonesia
Belajar
Gaya Bahasa

Disalin oleh belajar.icu
Blog Seputar Mendesain Kebiasaan Belajar Ilmu Syar'i dan Menuliskannya, mudah, sedikit demi sedikit, dan saban hari.