Widget HTML #1

Definisi ulang Karakter Pembelajar sekaligus Penulis

          Semakin dalam ikatan kita terhadap karakter kita, semakin kuat kita mempertahankannya dari serangan kritik-kritik. Bagaimanapun, ketika kita telah mengenakan karakter pembelajar dan  penulis, kesimpulan-kesimpulan kita tentang menulis hasil belajar berdasarkan pengalaman membangun kebiasaan belajar dan menulis, 
  • dapat menghambat ke tingkat pertumbuhan selanjutnya. 
  • Karakter pembelajar dan penulis kita akan menciptakan semacam "kesombongan" 
  • yang sanggup membantah adanya titik-titik kelemahan pada keterampilan belajar dan menulis kita. 
  • Yang pada akhirnya mencegah perkembangan sesungguhnya.
          Banyak kita temui di kehidupan nyata, seperti; 

seorang guru bertahan pada metode pengajaran lama, tanpa berusaha mempelajari dan menerapkan metode yang inovatif. 

          Contoh lagi, 

seorang dokter tak menghiraukan gagasan mitranya yang lebih muda atau perkembangan baru tentang dunia pengobatan alami, dan sebagainya.

          Lalu, kalau begitu bagaimana solusinya agar tidak stagnan, dan tumbuh terus menerus?

          Solusinya, jaga agar karakter pembelajar dan penulis kita tetap kecil. 

  Maksudnya bagaimana?
  • Semakin kita mendefinisikan diri kita pada karakter (identitas) tunggal, yakni pembelajar dan penulis, semakin kecil pula daya adaptasi kita ketika kesulitan datang. 
  • Bila kita definisikan kita seorang pembelajar dan penulis, lalu ada kondisi membuat kita kesulitan mempertahankan kebiasaan belajar dan menulis, entah ada masalah atau musibah, dan lain-lain, kita akan mengalami krisis karakter. 
  • Ketika terlalu kuat berpegang pada satu karakter, kita akan rentan
  • Kehilangan karakter sebagai pembelajar dan penulis, kita akan kehilangan jati diri.
          Bisa saja terjadi, 

tadinya kita seorang pembelajar dan penulis yang produktif, sebagai pembelajar Ahlus Sunnah pun selalu belajar terus mengikuti kajian-kajian Islam, lalu menuliskannya dalam bentuk bab-bab. Dan, ternyata layak diterbitkan, dan semakin banyak yang diterbitkan dengan berjalannya waktu. Tiba-tiba itu berhenti semuanya, - na'udzu billahi min dzalik - karena suatu sebab, misalnya.

          Cara menghindari kehilangan karakter pembelajar dan  penulis kita adalah; 

dengan cara mendefinisikan ulang diri kita dengan tetap mempertahankan aspek-aspek pembelajaran dan kepenulisan yang lebih umum dan luas.

> Aku berkarakter penulis

menjadi 

> aku berkarakter pembelajar.

Atau bahkan, menjadi

> aku berkarakter Ahlus Sunnah.

          Karena seorang Ahlus Sunnah, 
  • semestinya seorang pembelajar
  • karena Ahlus Sunnah menjunjung tinggi ilmu "Al-Ilmu qobla qoul wal amal", ilmu itu sebelum perkataan dan perbuatan. 
  • Dan, seorang pembelajar sejati, pembelajar sungguh-sungguh akan terus belajar ilmu syar'i dan mengikatnya dengan tulisan. 
  • Karena menulis sesungguhnya adalah mengikat ilmu.

          Imam Syafi'i - rahimahullah - berkata,
العلم صيد والكتابة قيده
قيد صيودك بالحبال الواثقة
فمن الحماقة أن تصيد غزالة
وتتركها بين الخلائق طالقة

Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah pengikatnya

Maka ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat

Adalah suatu kebodohan jika anda berburu kijang

Lantas anda biarkan dia lepas di antara khalayak

          Dengan demikian dapat disimpulkan seorang Ahlus Sunnah hampir tidak mungkin bukan seorang pembelajar sekaligus penulis.

          Dengan begitu karakter dapat luwes, bukan rentan. 

Seperti air selalu mengalir ke tempat yang rendah (merasa kecil), 
dan dapat mengalir lancar melewati rintangan. 
Kita tidak melawan situasi, 
bahkan malah dapat menyesuaikan ke dalamnya.

          Kebiasaan belajar dan menulis sanggup memberi manfaat pada diri kita, tetapi sebaliknya, sisi mudharatnya bagi kita, ia bisa menggembok pola pikir dan bertindak berdasarkan yang ada.

          Kita butuh secara berkala memeriksa kembali untuk melihat apakah kebiasaan belajar dan menulis dan prinsip kaku sebagai pembelajar sekaligus penulis masih bekerja untuk kita. 

          Yakni, kita merasa memiliki status kedudukan kaum terpelajar di mata manusia, dan mengangkat diri kita sendiri lebih tinggi derajatnya daripada orang lain, padahal derajat tinggi itu ada di sisi Allah ta'ala, dan Dia-lah yang mengangkat derajat tersebut, bukan diri kita sendiri.

          Karena, seorang Ahlus Sunnah sepantasnya telah memahami; 

Sejatinya tujuan belajar ilmu syar'i dan menuliskannya itu adalah;
  • agar ilmu itu lebih kuat dan kokoh di kedalaman relung kalbu kita, 
  • dan sanggup menambah iman dan motivasi 
  • sebagai tenaga yang mendorong kita untuk mengamalkannya, 
  • baik amalan batiniah maupun amalan lahiriah, 
semata karena Allah Subhana wa ta'ala untuk menggapai ridha-Nya.

***

Desain Kebiasaan Belajar Ilmu Syar'i dengan Menuliskannya


WhatsApp Salafy Asyik Belajar dan Menulis

Posting Komentar untuk "Definisi ulang Karakter Pembelajar sekaligus Penulis"


Tanya - Jawab Islam
Bertanyalah kepada
Orang Berilmu

Menulis Cerita

Kisah Nyata
rasa Novel


Bahasa Arab
Ilmu Nahwu
Tata Bahasa
Bahasa Arab
Ilmu Sharaf
Perubahan Kata
Menulis Cerita Lanjutan
Kelindan
Kisah-kisah Nyata


Bahasa Indonesia
Belajar
Kalimat

Bahasa Indonesia
Belajar
Menulis Artikel


Bahasa Indonesia
Belajar
Kata

Bahasa Indonesia
Belajar
Gaya Bahasa

Disalin oleh belajar.icu
Blog Seputar Mendesain Kebiasaan Belajar Ilmu Syar'i dan Menuliskannya, mudah, sedikit demi sedikit, dan saban hari.