Fokus pada Proses Kebiasaan Belajar dan Menulis itu Membahagiakan
Untuk jangka masa yang lama, ini pula pendekatan yang aku pakai terkait belajar dan menulis, dulu kala. Selalu target yang musti dicapai. Aku menetapkan sasaran-sasaran dalam belajar dan menulis, seperti waktu itu, aku musti membuat karya-karya tulis demi mencapai target yang diinginkan institusi perguruan tinggi tempat aku mengajar. Aku harus menulis di media-media umum sebagai prestasi keilmuan di tataran para pengampu mata-mata kuliah mahasiswa.
Ternyata, aku berhasil membuatnya beberapa, tetapi lebih banyak gagalnya. Pada akhirnya, aku sadar bahwa hasil-hasil nyata tulisan yang aku buat hampir tak berkaitan dengan bidikan-bidikan yang aku tetapkan. Lebih tersadar lagi, bahwa hasil-hasil tulisanku itu lebih sangat terkait dengan sistem kerja belajar dan menulis yang telah aku jalani.
Lantas apa bedanya sasaran belajar dan tulisan dengan sistem kerja belajar dan tulisan?
Beda banget!
- Sasaran, bidikan atau target belajar dan tulisan adalah tentang hasil tulisan yang kita ingin raih.
- Sedangkan, sistem kerja adalah proses belajar dan menulis yang mengantar pada hasil-hasil tersebut.
Maka, bila kita seorang pembelajar dan penulis,
> sasaran kita mungkin tulisan-tulisan artikel, feature, esai yang asyik dibaca, dan buku-buku yang inspiratif hasil tulisan kita.
> Sedangkan, sistem kerja kita adalah;
- seberapa sering kita belajar dan menulis,
- bagaimana kita mengatasi kesulitan dalam belajar dan menulis,
- kiat-kiat kita dalam menerima umpan balik kritikan terhadap pembelajaran dan tulisan kita,
- sebanyak mungkin meningkatkan performa belajar dan menulis terus-menerus,
- dan sebagainya.
Tul gak?
Jika kita membenarkan, kini ada soal jawab yang penting untuk dijawab,
"Andaikata kita dengan sengaja mengabaikan (tak terlalu peduli) sepenuhnya sasaran-sasaran kita, dan berfokus hanya pada sistem kerja dalam belajar dan menulis, apakah kita akan masih berhasil?"
Sebagai contoh, kita tak mengacuhkan sasaran artikel atau buku hasil tulisan, serta fokus pada sesering mungkin kita menulis, misalkan setiap hari atau bahkan lebih dari sekali per harinya, apakah kita akan mendapatkan hasil?
Jawaban kita, "Insya Allah, kita akan berhasil."
Sasaran dalam belajar dan menulis apapun, tak perlu terlalu pusing dipikirkan. Kita pasti sudah tahu semua, jika bukan tulisan pendek dengan berbagai wacana tulisan, atau tulisan panjang berupa berbagai jenis buku dengan tema tertentu, itu akan menjadi efeknya. Namun, sangatlah naif jika kita hanya menghabiskan waktu berpikir dan berpikir kapan itu semua terealisasi.
Cara yang sungguh tak dapat dibantah adalah,
belajar dan menulis lebih baik setiap hari.
Seperti ungkapan,
"Hasil tulisan akan datang mengejar kita dengan sendirinya."
Dan, tentu saja ini juga berlaku untuk bidang kehidupan yang lain.
Jika kita inginkan hasil-hasil yang lebih baik, lalaikan dahulu sasaran-sasaran kita, berganti fokuslah pada sistem kerja kita.
Apakah lalu kita tidak menetapkan sasaran? Bukan begitu maksudnya.
- Target itu untuk menentukan arah,
- tetapi sistem kerja adalah untuk mendapatkan progres kemajuan.
- Dan, melakukan sistem kerja lebih kita fokuskan daripada hasil.
Pembelajar dan penulis berhasil dan yang gagal memiliki sasaran yang sama
Jika kita berpusat pikiran pada orang-orang yang berhasil sebagai pembelajar dan penulis, dan menganggap mereka mempunyai sasaran-sasaran yang mantap, ini keliru. Apalagi, kita telah terlewat (tidak mengetahui) pada orang-orang yang gagal sebagai pembelajar dan penulis - tentu saja terlewat, karena orang-orang yang gagal sebagai pembelajar dan penulis biasanya tak diketahui,
mereka tentu mempunyai tujuan yang sama dalam sasaran, tetapi tidak berhasil.
Sehingga, jika pembelajar dan penulis yang sukses dan yang gagal memiliki sasaran yang sama, dengan jelas dapat kita simpulkan bahwa,
sasaran bukanlah pembeda antara pembelajar dan penulis berhasil dengan yang gagal.
Bukan target menerbitkan buku yang mendorong seorang pembelajar dan penulis menjadi ahli dalam ilmu syar'i, dan di dunia tulis menulis. Secara logika, seorang pembelajar dan penulis tentu saja ingin menulis sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain, menyebarkan kebaikan, dengan niat menggapai pahala semata. Sasaran pasti ada, dan tak usah ribet dengan itu.
Nah, ketika mewujudkan sistem kerja belajar dan menulis kecil-kecil secara berkesinambungan, barulah kita akan mendapatkan hasil yang eminen.
Sasaran duniawi memenjarakan kebahagiaan sebagai pembelajar dan penulis
Senja temaram yang sama dengan senja-senja yang lain di ibukota. Bising klakson kendaraan, hangatnya hawa knalpot, dan bau sangit asap legam bis kota. Aku sedang berada di atas sadel grand bulusku menunggu hijaunya lampu lalu lintas di persimpangan kompleks perumahan para menteri kabinet di bilangan Rasuna Said, Kuningan."Koran, koran ... Harian Terbit!" teriakan tukang jual koran, yang memang sejak tadi mataku mencari-cari sumber teriakan."Koran!" panggilku menjerit.Tukar menukar uang dan koran barupun cepat berlangsung. Koran baru “Harian Terbit” serta merta telah dalam gengaman tangan.Lampu hijau masih lama akan menyala, langsung aku buka lembaran tengah harian tersebut.Benar saja, tulisan opiniku terbit di koran tersebut, Jum'at 2 Mei 2003, aku terbahagia.Mendahulukan sasaran duniawi menjadi masalah kejiwaan tentang kebahagiaan sebagai pembelajar dan penulis. Kita sering terjebak dengan hal tersebut.Bertahun-tahun kebahagiaan berupa terbitnya suatu tulisan di media massa menjadi obsesi kenikmatan di masa yang akan datang bagiku. Ketika itu terwujud di suatu harian umum ibukota, aku tanpa sadar agak terhenti dalam kegiatan menulis. Aku terperangkap dalam batasan-batasan duniawi.
Lebih dari itu semua, sasaran duniawi menimbulkan konflik dalam jiwa kita. Gejolak yang tidak jelas, kegoncangan-kegoncangan kalbu, karena tertambat kepada sesuatu yang serba tak jelas pula. Bisa berupa kedudukan, untuk meningkatkan pendapatan, pujian, ketenaran dan sebagainya dari makhluk dunia.
Jika kita berhasil dalam ranah duniawi, kita akan senang, sedangkan bila gagal kita akan kecewa. Kita seolah-olah terpenjara dalam kerangkeng kebahagiaan yang terbatas. Ini membuat pandangan kita tentang kebahagiaan, picik dan kerdil.
Membatasi kebahagiaan kita hanya berdasarkan kesenangan duniawi, ini hal yang sempit. Karena dunia memang sempit dan saling berebut.
Referensi hal ini bisa baca pada bab "Penjelasan Tercelanya Kedudukan (status sosial)" dalam Mukhtashar Minhajul Qashidin karya Ibnu Qudamah al-Maqdisi bisa TAP /KETUK pintu linknya di sini.
Lawan dari itu semua adalah mengutamakan sistem kerja belajar dan menulis. Ketika kita menikmati proses belajar dan menulis, bukan produk tulisan, kita tak perlu menunggu untuk sampai pada batas tertentu baru bahagia.
Kita akan merasa senang, asyik dan bersyukur kapanpun ketika kegiatan belajar dan menulis berjalan. Bahkan proses belajar dan menulis itu mampu menghasilkan kesuksesan tak terbatas, yakni sukses di akhirat menggapai surga-Nya Allah ta'ala, sebagaimana tak terbatasnya dalam belajar sampai akhir hayat
Pada ujungnya, pola pikir berkiblat pada sasaran produk tulisan dapat menciptakan efek "selesai". Banyak orang belajar dan berlatih menulis, mengikuti kelas-kelas pelatihan menulis, berlomba dalam perlombaan menulis, bahkan sampai membuat buku bareng antologi. Namun, ketika telah lulus dari pelatihan, memenangkan lomba dan menerbitkan buku antologi, setelah itu mereka berhenti menulis, begitu pula belajar.
Ketika seluruh kesungguhan belajar dan menulis mereka, difokuskan pada sasaran produk tulisan tertentu, apa yang tersisa untuk mendorong kemajuan belajar dan menulis mereka setelah sasaran tercapai? Low batt!
Maka dari itulah, banyak yang tadinya pelajar (thalib) dan penulis, kemudian berguguran meninggalkan kebiasaan belajar dan menulis setelah sasaran produk tulisan tercapai.
Tujuan menetapkan sàsaran belajar dan menulis adalah mengamalkan ilmu dan terbitnya tulisan, misalnya. Namun, tujuan membangun sistem kerja belajar dan menulis adalah terus berprestasi dalam ilmu, amal dan dunia menulis.
Pola pikir jangka panjang, bahkan tanpa batas waktu (batasnya kematian) adalah berpikir tanpa terlalu fokus pada sasaran tunggal. Selalu bicara tentang siklus progres kemajuan belajar, ilmu , amal dan keterampilan menulis terus menerus tiada akhir.
Komitmen kita terhadap proses kebiasaan belajar ilmu syar'i dan menulislah yang akan menentukan kemajuan benarnya amaliah, baik amal batiniah, amal lahiriah dan keterampilan menulis kita.
***
Posting Komentar untuk "Fokus pada Proses Kebiasaan Belajar dan Menulis itu Membahagiakan"
Posting Komentar