Widget HTML #1

#22 Mendesain Pemicu Konteks

          Pada diri kita, banyak sekali syaraf sensoris. Baik secara sadar maupun tidak. Secara tak sadar seperti merasakan suhu udara meningkat sebelum turunnya hujan, terasa "sumuk" karena kelembaban udara naik, atau nyeri pada bagian tubuh kita sebelum mengetahui sebenarnya sakit apa, bahkan kita bisa "merasakan waktu" telah berjalan 5, 10, 15 menit, setengah jam, satu jam tanpa melihat jam dinding kita. 

          Secara sadar, ada lima indera yang mana dengannya kita sanggup merasakan dunia. Melihat, mendengar, mencium bau, sentuhan dan mengecap rasa. Semua itu diarahkan ke sistem syaraf sensoris.
 
          Namun, yang paling hebat di antara semua kemampuan sensoris itu adalah penglihatan. Menurut para ahli, tubuh kita mempunyai sekitar 11 juta reseptor sensoris. Sekitar 10 juta difokuskan untuk penglihatan. Bahkan ada pakar yang berkata, bahwa setengah sumber daya otak digunakan untuk penglihatan. Subhanallah.

          Sehingga, tak mengherankan jika isyarat-isyarat visual menjadi katalisator (alat mempercepat) utama perilaku kita. Dengan argumen inilah, maka ditetapkan dengan sangat yakin bahwa perubahan atau isyarat-isyarat kecil berupa apa yang kita lihat mampu menggiring kita kepada apa yang kita lakukan.

          Maka dari itu, betapa pentingnya hidup atau beraktivitas di lingkungan yang diisi petunjuk-petunjuk visual. Tidak terbayang oleh kita betapa kacaunya, jika kita bekerja di sekitar kita tanpa isyarat-isyarat yang dapat dilihat.

          Seorang pembelanja, akan terpicu membeli produk pertama kalinya karena melihat suatu produk dan "merasa memerlukannya". Ia membeli produk bukan karena ingin, melainkan karena produk itu disajikan di depannya. Barang-barang yang ditaruh setinggi mata di toko cenderung lebih banyak dibeli daripada barang-barang yang dipajang dekat lantai. 

          Begitu pula iklan yang sama di jalan-jalan terkadang sampai beberapa kali dalam jarak berdekatan, menghujam penglihatan kita berulang-ulang. Perulangan pada penglihatan akan direkam pikiran bawah sadar yang akan memicu pembelian tanpa sadar.

          Orang sering memilih produk, bukan karena apa produk itu, tetapi karena dimana produk itu.

          Jika camilan ada di meja kerja kita, sulit untuk tak mengambil dan mengemilnya sambil bekerja. Aku sendiri mengalami hal tersebut. Sampai-sampai istriku heran mengapa camilan yang baru dibeli tadi malam, keesokan paginya toples camilan yang ada di meja kerjaku sudah melompong. Untuk mengantisipasi hal tersebut, aku memakai trik meletakkan toples camilan di atas meja makan yang ada di ruang makan lantai bawah rumahku. Sehingga jika aku ingin mengambil camilan, aku musti turun ke bawah ke ruang makan, lalu mengambil camilan semampunya, yakni hanya segenggam tanganku. Dengan mempersulit atau menghalangi pandangan dan jangkauanku, itu menghambat kecepatan habisnya camilan. Dan, aku berhasil! Keesokannya camilan masih tersisa dalam toples.

          Lingkungan seolah-olah seperti tangan tak terlihat yang membentuk kebiasaan kita. Contoh lagi, 
  • di masjid kita cenderung tidak berisik, 
  • lain halnya di pasar yang merupakan medan area kebisingan. 
  • Begitu pula di jalanan gelap, kita akan berusaha waspada. 
          Maka, salah satu penyebab perubahan perilaku yang umum, selain dari dalam diri kita (Motivasi), juga dari luar

Terkadang, kita diubah oleh dunia yang meliputi kita. Setiap kebiasaan, terkadang tergantung pada konteks.

          Bahkan bukankah ada quotes,

"kepekaan itu memang dari dalam, akan tetapi mampu dilatih perlahan-lahan dari luar."

          Dan, ternyata walaupun kita berpikir, "Aku mampu mengendalikan diri." Namun, sesungguhnya banyak perilaku yang kita lakukan setiap hari bukan dorongan dari pikiran sadar, tetapi terkadang dari pilihan yang paling terlihat.

Bagaimana Mendesain Pemicu Kontek untuk Kebiasaan Belajar dan Menulis

          Setiap kebiasaan, juga tentunya kebiasaan belajar dan menulis dimulai dengan Pemicu atau isyarat, dan pemicu yang menonjol lebih memungkinkan untuk terlihat. Hanya saja, lingkungan kita sehari-hari dimana kita berkegiatan sulit untuk menyelipkan atau menempelkan kebiasaan belajar dan menulis dikarenakan tak ada pemicu yang jelas untuk menyulut perilaku tersebut. 

Sulit menulis, karena laptop tersimpan di tas kerja yang tertutup.

Sulit memulai belajar dan membaca buku, karena rak buku ada di ruang bagian belakang rumah, tidak berada di lintasan sirkulasi orang, sehingga seringnya tak terlihat.

Sulit posting di blog, karena belum membuat blog, sering tak terpandangdan sebagainya.

          Ketika pemicu-pemicu yang membangkitkan kebiasaan belajar dan menulis samar atau tak nampak, maka terabaikan dan akibatnya perilaku dilupakan.

          Berikut beberapa trik untuk merancang ulang lingkungan kita, dengan menjadikan pemicu-pemicu lebih tajam untuk mendatangkan kebiasaan belajar dan menulis:

✓ Jika kita ingin tak lupa membaca buku atau kitab setelah pulang dari masjid untuk shalat Isya, letakkan buku yang akan kita baca di atas meja kecil (biasa untuk tempat lampu tidur) di samping tempat tidur.

✓ Jika setelah shalat Lail dan Witir ingin menulis di aplikasi Keep Notes pada gawai cerdas, buka aplikasi tersebut, lalu jangan ditutup, namun tutup layar hp langsung pada mode wallpaper, lalu letakkan hp di dekat tempat biasa kita shalat di rumah.

✓ Jika ingin selalu bisa melihat dan membaca kalimat-kalimat motivasi untuk kebiasaan belajar dan menulis, 
  • taruh poster-poster itu di wallpaper gawai cerdas kita, 
  • atau cetak di print digital seukuran kertas A4 atau A3 sekalian, lalu tempel-tempel di ruang kerja, kamar tidur, perpustakaan pribadi, bahkan mungkin di ruang tamu sebagai hiasan berkelas.
✓ Jika ingin sering melihat tulisan-tulisan orang lain, yang akan memotivasi diri kita untuk menghidupkan kebiasaan belajar dan menulis, kita bisa mengikuti komunitas Ahlus Sunnah dengan tema belajar dan menulis, seperti grup WhatsApp ataupun Channel Telegram.

✓ Dan banyak lagi ide-ide kreatif yang bisa kita kembangkan demi menstimulus perilaku belajar dan menulis dengan menciptakan pemicu-pemicu atau isyarat-isyarat pandangan. Jika penulis ada gagasan lagi, yang akan datang akan disampaikan.

          Merancang lingkungan memungkinkan kita; 
  • mengambil kendali 
  • dan menjadi arsitek dalam hidup kita sebagai pembelajar dan penulis. 
          Jadilah kita perancang karakter kita sebagai pelajar, pembelajar, pemburu ilmu, dan sekaligus sebagai penulis. Hidup kita tidak hanya terombang-ambing begitu saja mengikuti arus.

Keseluruhan Pemicu Konteks adalah Isyarat memicu Kebiasaan Belajar dan Menulis

          Isyarat yang menyulut kebiasaan belajar dan  menulis, biasanya spesifik. Namun sejalan dengan berjalannya waktu kebiasaan belajar dan menulis menjadi terkoneksi pada isyarat-isyarat dengan konteks keseluruhan seputar kebiasaan belajar dan menulis.

          Contoh saja, apa yang telah kita lakukan. 
  • Ternyata, kita lebih banyak belajar dan menulis dalam situasi-situasi sosial dalam komunitas "asyik belajar dan menulis" daripada sendirian, 
  • melihat teman-teman belajar dan menulis, 
  • melihat poster motivasi belajar dan menulis di screen saver dan wallpaper hp kita, 
  • melihat poster-poster yang sama yang kita cetak untuk hiasan ruangan, 
  • melihat buku dan kitab di rak perpustakaan kita dan toko buku, dan sebagainya. 
Kita telah membangun "hubungan khas" dengan benda-benda, dan apapun yang kita bisa lihat. 

          Tindak tanduk kita bukan ditentukan oleh benda-benda di lingkungan, tetapi oleh hubungan kita dengan semua itu. 

          Maka dari itulah disebut "konteks" yang berasal dari bahasa asing "context" yang berarti "hubungan". Oleh sebab itu, sejak kini kita coba untuk berhenti berpandangan tentang lingkungan yang berisi benda-benda. Namun, kita mulai berpikir lingkungan yang terisi dengan hubungan.

          Bagaimana itu maksudnya?

          Maksudnya, kita berpikir dalam konteks bagaimana kita berinteraksi dengan benda-benda, ruang-ruang di sekitar kita. Setiap orang mempunyai konteks (hubungan) yang berbeda terhadap benda-benda ataupun ruangan yang ia temui. 

>> Mungkin, bagi kita suatu tempat tidur adalah suatu tempat rebahan sambil belajar dan menulis. 
>> Namun, bagi orang lain tempat tidur adalah tempat ia tidur dengan pulasnya. Itulah konteks itu.

          Orang berbeda mempunyai kenangan berbeda pada benda, maka dari itu benda yang sama bisa menimbulkan kebiasaan yang berbeda.

          Apa potensi yang sanggup kita dapatkan?

          Kita mampu melatih diri kita untuk mengoneksi kebiasaan belajar dan menulis dengan konteks tertentu pula. Bahkan, kita bisa mengubah konteks suatu benda, yang tadinya tak ada hubungannya dengan kebiasaan belajar dan menulis, lambat laun bisa terhubung.

          Misalkan, 

kita ambil contoh tadi tentang tempat tidur. Tempat tidur mempunyai konteks dengan kita terhadap kebiasaan belajar dan menulis. 

          Akibatnya apa? 

Akhirnya kita sulit untuk istirahat secara total ketika di atas tempat tidur, karena konteks tadi. Maunya pikiran kita ketika telah naik tempat tidur, berpikir terus apa yang bisa kita pelajari dan tulis. Sehingga kita selalu gelisah, sulit istirahat. Untuk mengubah konteks tersebut, maka kita musti melakukan kebiasaan belajar dan menulis di meja kerja kita sampai letih dan mengantuk. Ketika mengantuk, mulailah kita beranjak ke tempat tidur untuk istirahat, tidur. Kondisi ini musti kita ulang-ulang. Sehingga lambat laun "benda tempat tidur" tersebut berubah konteksnya terhadap kita. Ketika kita melihat tempat tidur, langsung terdefinisikan dengan perilaku istirahat. Jadi, pada akhirnya kita mudah terlelap ketika naik ke tempat tidur. Pikiran kita telah merekam, bahwa tidur adalah aktivitas satu-satunya yang berlangsung di atas tempat tidur.

          Daya dahsyat konteks menampakkan suatu teknik tertentu juga. Yaitu, bagi yang baru memulai kebiasaan belajar dan menulis:

          Kebiasaan baru belajar dan menulis bisa mudah dilakukan di lingkungan yang baru pula, tempat yang memicu kebiasaan baru belajar dan menulis.

          Maka dari itulah; 

          Mengapa ada program semisal "pesantren kilat di bulan Ramadhan di suatu vila daerah Puncak, Bogor." Karena, bagi para peserta di tempat yang baru, akan lebih mudah melakukan kebiasaan baru dalam beribadah kepada Allah subhana wa ta'ala. Orang-orang (pembimbing), tindakan-tindakan (amalan) orang yang baru dikenal, benda-benda, ruangan-ruangan atau apapun yang ada pada vila tersebut belum mempunyai konteks terhadap para peserta. 

          Dan, pada acara pesantren kilat itulah mulai terjadi konteks yang terasosiasikan kepada ketaatan pada agama. Sehingga perilaku islami yang diinginkan lebih mudah tereksekusikan. Karena, para peserta telah lepas terhadap lingkungannya yang telah lama terdefinisikan pada konteks yang mungkin akan menghambat perilaku dan karakter baru yang diinginkan. Muslim yang shalih.

          Bukankah kebaikan itu mesti dibiasakan lebih dahulu? 

          Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, 
          “Biasakanlah berbuat baik, karena kebaikan akan terbentuk dengan kebiasaan.” 

         Diriwayatkan ibnu Abi Syaibah (35713) sanadnya shahih.

          Setelah itu, meluruskan niat semata untuk Allah ta'ala. Sehingga konteks-konteks tersebut jika kita imajinasikan seolah-olah seperti anak-anak tangga sebagai pijakan atau katalisator mempercepat perilaku ibadah yang diinginkan, menuju tujuan puncak pada kesudahan (Al-Muntaha), menggapai ridha Allah ta'ala.

          Konteks baru yang terhubung dengan kebiasaan baru belajar dan menulis, memudahkan kita untuk lepas dari isyarat-isyarat lama yang menyulut untuk menghalangi kita dalam menjalani kebiasaan belajar dan menulis. 

          Bagaimana caranya?

          Jika mampu, 

desainlah suatu ruangan atau suatu pojok area di rumah kita, atau di tempat kita berdiam semisal di asrama ponpes, dengan desain ruangan atau area yang berisi benda-benda yang mempunyai konteks-konteks dengan kebiasaan belajar dan menulis. 

          Misalnya, 

  • laptop, 
  • poster motivasi belajar dan menulis, 
  • buku-buku, 
  • kitab-kitab. 
  • Bahkan mungkin benda-benda yang mungkin untuk orang biasa tidak ada konteksnya dengan kebiasaan belajar dan menulis, tetapi bagi kita ada konteksnya, seperti (dalam kasus penulis pribadi) adalah; alat seduh kopi (karena itu telah mempunyai konteks dalam diri penulis dengan kebiasaan belajar dan menulis). 
  • Bahkan, jika kita mampu, kita membagi aktivitas digital kita secara terpisah. Seperti laptop hanya untuk menulis, tablet hanya untuk membaca, dan gawai cerdas hanya untuk telpon, medsos dan pesan singkat. 
          Lebih ekstrim lagi, 
  • jika kita sedang menulis di laptop, minta tolong istri atau asisten kita untuk menyembunyikan telpon pintar kita, sehingga tak terlihat oleh kita, lalu pada pukul tertentu sesuai kesepakatan ia bisa mengembalikannya kepada kita.
          Memang betul, di era informasi kini kita musti piawai bisa melakukan apa saja tanpa dipengaruhi lingkungan. Iya memang, itu bisa jadi mampu kita lakukan, 
  • tetapi jika kebiasaan-kebiasaan belajar dan menulis telah solid terbentuk
  • sudah terotomatis begitu saja di pikiran bawah sadar kita. 
  • Dan, kondisi Kalbu dan Motivasi kitapun semakin naik, kuat dan stabil, karena konsisten pada kebiasaan belajar dan menulis, 
  • dan tentu, meluruskan niat semata untuk Allah ta'ala, sebagai pemotivasian dari jalur dalam berupa nutrisi iman pada kalbu kita.
          Namun, untuk memulai kebiasaan belajar dan menulis yang bagi kita masih baru, dengan Kalbu yang belum kokoh, sangat darurat kita butuh lingkungan yang menimbulkan konteks kebiasaan belajar dan menulis. Karena, kebiasaan belajar dan menulis itu sedang proses dilahirkan. Sesuatu yang baru lahir atau baru tumbuh perlu kita rawat, kita jaga karena ia masih lemah. Dalam perjalanan waktu ia semakin menguat, dan semakin spontan, cukup terdelegasikan kepada pikiran bawah sadar kita.

Jika menginginkan kebiasaan belajar dan menulis yang stabil dan terduga, kita juga membutuhkan lingkungan yang stabil dan terduga. Dengan lingkungan stabil, tempat tumbuhnya kebiasaan belajar dan menulis akan mudah terbentuk.

***

Desain Kebiasaan Belajar Ilmu Syar'i dengan Menuliskannya



WhatsApp Salafy Asyik Belajar dan Menulis

Posting Komentar untuk "#22 Mendesain Pemicu Konteks"


Tanya - Jawab Islam
Bertanyalah kepada
Orang Berilmu

Menulis Cerita

Kisah Nyata
rasa Novel


Bahasa Arab
Ilmu Nahwu
Tata Bahasa
Bahasa Arab
Ilmu Sharaf
Perubahan Kata
Menulis Cerita Lanjutan
Kelindan
Kisah-kisah Nyata


Bahasa Indonesia
Belajar
Kalimat

Bahasa Indonesia
Belajar
Menulis Artikel


Bahasa Indonesia
Belajar
Kata

Bahasa Indonesia
Belajar
Gaya Bahasa

Disalin oleh belajar.icu
Blog Seputar Mendesain Kebiasaan Belajar Ilmu Syar'i dan Menuliskannya, mudah, sedikit demi sedikit, dan saban hari.