Widget HTML #1

Mitra Berwenang untuk Menerapkan Sangsi

Kebiasaan baik, nikmat hasilnya tertunda, sedangkan kebiasaan buruk atau sia-sia kesengsaraan hasilnya pun tertunda. 

          Maka, agar kita berhasrat untuk mengulang kebiasaan baik, kita rancang mendapatkan nikmat hasilnya saat itu juga sehingga memuaskan. Sangat mudah, yaitu mengucapkan, "Alhamdulillah." Riak-riak rasa bersyukur menimbulkan imbalan langsung saat itu juga berupa rasa senang, bahagia dan ketenangan batin mengharap surga-Nya Allah ta'ala.

          Dan, sebaliknya pula, supaya kita tak berhasrat untuk mengulang kebiasaan burukatau sia-sia, kita rancang mendapatkan kesengsaraan langsung sehingga mengecewakan, bahkan jika perlu menyakitkan

          Tentu saja kita sebagai seorang Muslim telah tahu, bahwa kesengsaraan yang tertunda yang akan kita terima berupa hukuman nanti di akhirat dilemparkan ke dalam Neraka yang sangat memedihkan, akibat kebiasaan buruk yang kita lakukan. Hanya saja, kita yang rata-rata berhati belum kokoh, butuh dibantu dari sisi Kemampuan dan Pemicunya. Bagaimana kebiasaan buruk atau sia-sia tersebut sulit dilakukan, dan mendapat kesengsaraan langsung tanpa tertunda, agar kita kapok, tidak mengulanginya.

          Sakit atau kepedihan adalah guru yang efektif. Jika kegagalan terasa memedihkan, kegagalan itu tak akan diulangi. Namun jika kegagalan tidak mengakibatkan rasa sakit, maka kegagalan tidak membuat kita jera.

          Contoh saja, 

✓ Ancaman pengeluaran (PHK - Pemutusan Hubungan Kerja) dari pekerjaan, dengan pelanggaran-pelanggaran yang ditetapkan, mengakibatkan seorang karyawan bekerja dengan baik.

✓ Kemungkinan fatal, akibat seorang dokter yang salah dalam memotong pembuluh darah seorang pasien, membuat dokter itu jera dan berusaha lebih menguasai anatomi tubuh manusia supaya memotong dengan tepat.

Sepinya pelanggan pada suatu kuliner makanan, akan membuat pemilik kuliner berusaha menciptakan makanan-makanan yang lebih lezat dan kreatif.

✓ Dan sebagainya.

          Ketika dampak suatu perilaku berakibat fatal - bisa juga disebut sebagai katalis - , orang akan cenderung belajar dengan cepat. Kapok, tak mau mengulangi kegagalan. Semakin langsung suatu nyeri, semakin kecil pula peluang perilaku diulang. Katalis memang mempercepat perubahan menuju semakin baik, jika menyikapinya dengan benar.

          Maka, 
  • jika ingin menghindari kebiasaan sia-sia atau buruk sekalipun, 
  • memberi akibat berupa ketidaknyamanan saat itu juga 
  • adalah cara yang efektif agar itu tidak diulangi. 
  • Karena akibat buruk berupa kesengsaraan adalah nanti-nanti, maka musti ditarik ke saat kini, agar segera jera.
          Begitu pula, jika ingin mencegah kegagalan mematuhi jadwal harian kebiasaan belajar dan menulis yang pernah dialami, memberi dampak berupa kesengsaraan atau bentuk hukuman pada diri kita adalah cara yang manjur, agar ketidakdisiplinan tidak diulangi. 

          Kebiasaan sia-sia dan buruk, menghasilkan kenikmatan langsung sehingga sulit kita tinggalkan. Cara terbaik, adalah: 

meningkatkan kelangsungan hukuman terkait perilaku tersebut. Semakin cepat dan langsung, semakin meningkatkan efek jera.

          Ada pedoman untuk menentukan hukuman, yaitu;

Hukuman harus lebih besar nilainya atau bobot kesengsaraan dibanding dengan bobot kebiasaan yang dilanggar.

          Maksudnya bagaimana?

          Langsung ke contoh saja,

✓ Denda membuang sampah sembarangan harus lebih besar dari nilai biaya perilaku tersebut. Misal, dendanya 500.000 - 50.000.000 rupiah tergantung Peraturan Daerah masing-masing, akan mengakibatkan efek jera.

Tilang tidak memakai seatbelt pada kendaraan roda 4, sebesar kurungan penjara selama satu bulan atau denda 250.000.000 rupiah. Ini jelas nilai yang lebih berbobot dari pelanggarannya. Dan, jelas-jelas membuat orang segera dan disiplin untuk selalu memakainya.

✓ Dan sebagainya.

          Perilaku akan serta merta berubah ketika 
  • sangsinya benar-benar menyakitkan
  • dan sungguh-sungguh diterapkan tanpa jeda waktu.

Siapakah yang berwenang melaksanakan hukuman terhadap kegagalan menjalankan jadwal Kebiasaan Belajar dan Menulis?

          Hukuman, semestinya ada yang berwenang melaksanakan. Seperti contoh-contoh di atas, dalam hal tersebut instansi pemerintahlah yang melaksanakan. Jadi, haruslah pihak lain, bukan kita sendiri. Jika kita sendiri yang berwenang, akan dengan mudahnya kita meremehkan dan membatalkan hukuman ketika terjadi pelanggaran jadwal kebiasaan belajar dan menulis. Mudah saja kita akan melakukan manipulasi. Tak ada yang tahu.

          Jika demikian, siapa yang bisa menjadi mitra yang berwenang?

          Kita bisa memanfaatkan teman kita, istri kita, bahkan pelatih kebiasaan belajar dan menulis pun bisa. Misalnya, bentuknya seperti ini:

✓ Jika aku MANGKIR DUA KALI BERTURUT -TURUT Menulis hasil Belajar satu Paragraf, maka aku didenda 20.000 rupiah oleh istriku, dan istriku boleh memakainya sekehendak hatinya dengan syarat sesuai syar'i secara Islam.

✓ Jika aku MANGKIR DUA KALI BERTURUT-TURUT Membaca satu Paragraf ilmu syar'i dari buku Terjemahan atau Kitab Ulama Salaf, maka aku didenda 10.000 oleh temanku Fulan, dan temanku boleh memakai sekehendak hatinya dengan syarat sesuai syar'i secara Islam.

✓ Dan sebagainya.

          Memiliki mitra berwenang sangat membantu kita untuk disiplin melakukan kebiasaan belajar dan menulis. Kita bisa juga menjadikan "menulis setiap hari" sebagai tantangan di depan teman kita. Belum punya istri, bukan menjadi alasan. Denda-denda tersebut dapat dilaksanakan mitra berwenang kita seorang teman yang kita telah sepakat melakukan perjanjian dengannya. 
  • Seseorang yang menyaksikan akan dapat menjadi pengingat, penasihat dan Pemicu yang dahsyat (pijakan - katalis) pendongkrak Motivasi menuju ridha-Nya Allah ta'ala. 
  • Dan, ini hanya sebagai latihan-latihan bagi kalbu yang belum kokoh, menuju semakin meluruskan Niat kepada kekokohannya, ikhlas karena Allah ta'ala.
          Kita hampir tidak mungkin menunda-nunda jadwal kebiasaan belajar dan menulis atau menyerah begitu saja karena hukuman yang membuat kerugian secara langsung. Disamping itu juga, jika kita tak mematuhinya, 
  • boleh jadi teman kita akan memandang kita sebagai pribadi yang tak amanah, ingkar janji, khianat atau bahkan pemalas. 
  • Kita tak bisa memenuhi janji pada diri kita sendiri 
  • sekaligus gagal memenuhi janji kepada teman kita.
          Program ini, bisa kita buat otomatis, misalkan; 
  • dengan cara memasang alarm pengingat pada telpon pintar kita. 
  • Alarm berbunyi, berupa suara rekaman kita sendiri, teman atau istri yang berkata dengan nada ancaman, seperti bentuk-bentuk hukuman di atas.
          Memang, kita melakukan kebiasaan belajar dan menulis semestinya kita niatkan untuk ikhlas semata-mata karena Allah Subhana wa ta'ala. Kita ingin mendapat pahala syurga dan ingin bertambah ilmu, lalu beramal, batiniah dan lahiriah sesuai kebiasaan para ulama generasi awal dan Salafush Shaleh. Namun, hal tersebut dapat kita tanamkan di dalam kalbu pada kebiasaan belajar dan menulis, jika telah terbiasa, nikmat menjalaninya, dan telah terjadi otomatisasi kebiasaan belajar dan menulis. 

          Namun, untuk membangun kebiasaan belajar dan menulis yang baru mulai, kita perlu menyulut hasrat kita. Kita selalu ingin berusaha menampilkan diri kita, sebagai sosok baik di hadapan Allah ta'ala. Atau minimal setidaknya kita tak mau terlihat kekurangan kita untuk menjaga kehormatan kita - dan ini telah disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam Mukhtashar Minhajul Qashidin -  bahkan tentu saja kita malu punya karakter pemalas, pengingkar bahkan pengkhianat.

          Siapa yang tak ingin menjadi terbaik di hadapan Allah ta'ala?

          Tentu saja tak ada. Kita semua tentu ingin menjadi terbaik untuk melakukan kebiasaan belajar dan menulis. Karena, jika kebiasaan belajar dan menulis mampu kita jalankan secara konsisten, tentu akan menimbulkan riak-riak senang dan bahagia sebagai bukti keimanan kita pada Hari Akhir. Kita ingin disukai, dan kita ingin dimiliki Yang Ada di Langit. Semua Pemicu-pemicu berupa Orang, Konteks-konteks dan Tindakan-tindakan hanya untuk memicu hasrat dan Motivasi kebiasaan belajar dan menulis yang masih tertatih-tatih baru lahir.

          Sebagaimana para ulama Salaf , ketika menuntut ilmu pertama kali, mereka menyatakan tidak ikhlas. Dengan berjalannya waktu dan bertambahnya ilmu, maka rasa ikhlas dalam hati lebih mudah ditata dan dikembalikan pada jalur yang semestinya.

          Adapun jika kita telah terbiasa, dan mudah melakukan kebiasaan belajar dan menulis, maka selayaknyalah strategi-strategi di atas ditiadakan. Dan, kita mulai menata hati, meluruskan niat karena Ar-Rahman semata. 

***

Desain Kebiasaan Belajar Ilmu Syar'i dan Menuliskannya



WhatsApp Salafy Asyik Belajar dan Menulis

Posting Komentar untuk "Mitra Berwenang untuk Menerapkan Sangsi"


Tanya - Jawab Islam
Bertanyalah kepada
Orang Berilmu

Menulis Cerita

Kisah Nyata
rasa Novel


Bahasa Arab
Ilmu Nahwu
Tata Bahasa
Bahasa Arab
Ilmu Sharaf
Perubahan Kata
Menulis Cerita Lanjutan
Kelindan
Kisah-kisah Nyata


Bahasa Indonesia
Belajar
Kalimat

Bahasa Indonesia
Belajar
Menulis Artikel


Bahasa Indonesia
Belajar
Kata

Bahasa Indonesia
Belajar
Gaya Bahasa

Disalin oleh belajar.icu
Blog Seputar Mendesain Kebiasaan Belajar Ilmu Syar'i dan Menuliskannya, mudah, sedikit demi sedikit, dan saban hari.